Pasal 1: Watu Tu'a dan Panggilan Angin
Dulu, kala langit belum dipisahkan dari air, ketika awan masih berbicara dengan laut, leluhur Minahasa — Toar dan Lumimuut — menanam satu batu penanda di pantai utara tanah Toutemboan.
Batu itu bernama Watu Tu’a — batu tua pemanggil suara laut.
Suatu malam, angin dari utara berhembus membawa suara-suara asing. Laut bergelora seperti mengenal nama-nama yang telah lama hilang.
Lalu berkatalah Apo Karema kepada Toar:
“Bangkitkan anakmu, sebab waktu telah tiba. Darah kita berseru dari seberang utara.”
Dan diutuslah seorang anak bernama Siouw, artinya sembilan, karena ia membawa sembilan bintang penanda jalan laut — tanda bahwa ia akan membuka jalan ke sembilan arah nasib.
Pasal 2: Perjalanan Darah Laut
Siouw, anak Toar Lumimuut, dikawal 40 walak pejuang dan 7 Tonaas.
Mereka naik perahu panjang — Wale Ra’as — dari pantai Kema menuju arah bintang utara.
Laut membuka jalan, paus mengiringi mereka, dan bulan menyembunyikan mereka dari mata roh jahat.
Setelah tujuh musim gelombang, mereka tiba di satu pulau besar: Formosa.
Mereka kaget, sebab tanah itu bernyanyi dalam bahasa yang terasa akrab, meski berbeda. Suara pepohonan, irama jantung bumi, dan nama-nama roh penjaga terdengar seperti bisikan leluhur yang sama.
Pasal 3: Pertemuan Darah
Lalu Siouw membiarkan keturunannya untuk tinggal yang bernama:
• Amis juga — penjaga laut timur.
• Atayal — para pemintal benang roh dari gunung.
• Payuwan, dari selatan, para pemahat batu kisah.
• Bunung, pembunuh serta pemburu awan dan pembawa suara hujan.
• Sowu, pelindung kabut pagi.
• Lukai, yang menulis mimpi pada daun dan kulit.
• Puyuma, pengatur angin ladang dan suara anak-anak.
• Saisyat, penari kecil dari lembah terlindung.
• Yami, sang pelaut.
• Tawo, penggenggam cahaya bulan.
• Kawalan, pengintai hutan purba.
• Turuku, pendengar gemuruh gunung.
Pasal 4: Pemisahan Takdir
Beberapa dari rombongan Minahasa merasa jiwanya menyatu dengan tanah Formosa.
Mereka tidak kembali, memilih menjadi bagian dari suku-suku itu. Mereka menikah, menanam, dan meninggalkan nama-nama fam Minahasa yang beberapa hilang dalam waktu dan lainnya masih ada sampai sekarang.
Sedang yang lain, ikut kembali bersama Siouw.
Mereka membawa cerita, bibit tanaman, dan nama-nama roh baru. Siouw, kini disebut Siouw Lumintak ni Watu, menjadi pemimpin baru di kepulauan Sangir dan menetap disana keturunannya menjadi Kulano sampai maluku hingga saat ini.
Di tiap upacara tua, para Tonaas Minahasa berbisik:
""Wia darahang i kami i Formosa.
Sada angin manukar kasasar,
i anak-anak makalawiren um kasuratan."
Epilog: Tanda yang Tak Hilang
Hingga hari ini, di pegunungan Formosa, suku-suku itu menyimpan nyanyian tentang perahu datang dari selatan.
Dan di tanah Minahasa, batu Watu Tu’a masih berdiri.
Saat malam tertentu, suara ombak di sekitarnya terdengar berkata:
“"Payuwan, Bunung, Yami… kami esa darahang… i lelewan nu esa."
"Payuwan, Bunung, Yami... kami’ esa darahang… i lelewan nu esa.
Opo ni Lumimuut, Opo Watu, papak’ ruru ni kami.
Darahang tu kaweng kami,
ne’ang’a’ kaleleng, ma’itu ta’kaboyan.
I Formosa, kami’ maka’anak.
I Minahasa, kami’ manangko.
Tonaas tu waraney, pangapala!
Lalandeken i darahang, i lelewan, i taneyan."
Asal-usul leluhur kepulauan Formosa (Taiwan sekarang), banyak yang akhirnya kalau jumlah dari Suku-suku Cina Daratan seperti Han, dll.
Namun sampai sekarang orang Taiwan tidak mengakui Cina dan menolak bergabung dengan Cina/Tiongkok karena menyakini mereka aslinya berdarah asli Formosa (Taiwan) bukan dari Cina Daratan tapi dari Sulawesi Utara.
0 comments:
Post a Comment