Latest entries

Jun 26, 2025

Nama Wallacea sendiri diberikan oleh Alfred Russel Wallace—yang menyadari bahwa flora dan fauna di sini sangat berbeda dari Asia maupun Australia. Tapi lebih dari itu, Wallacea adalah perbatasan dunia lama dan dunia yang hilang.

Pendahuluan

Wallacea bukan sekadar kawasan geografi ia adalah rahim kuno peradaban yang terlupakan. 

Terletak di antara paparan Sunda dan Sahul, Wallacea telah menjadi tempat lahir teori alternatif tentang asal-usul manusia. 

Satu versi menyatakan bahwa leluhur Homo sapiens dan Denisovan berasal bukan dari Afrika, melainkan dari Sulawesi, tepatnya Minahasa, lalu menyebar ke seluruh dunia setelah peristiwa air bah global.

Homo Denisovan dan Wallacea: Fakta Arkeologis dan Potensi Besar
Fosil dan jejak DNA Denisovan secara resmi telah ditemukan di:
• Gua Denisova, Altai, Siberia
• Gua Baishiya, Dataran Tinggi Tibet
• Gua Callao, Filipina (dugaan Homo luzonensis sebagai cabang Denisovan)
• Papua dan Melanesia (dengan jejak DNA Denisovan mencapai >5%)
• Sulawesi dan Nusa Tenggara memiliki lukisan gua tertua di dunia (>45.000 tahun) yang mencerminkan budaya manusia cerdas sebelum sapiens mendominasi

➡️ Belum ada fosil Denisovan murni di Wallacea, namun DNA arkaik yang mengandung elemen Denisovan ditemukan hampir di semua penduduk wilayah ini, menunjukkan bahwa mereka pernah menguasai seluruh Wallacea. 

Temuan ini memperkuat teori bahwa Denisovan tidak hanya datang ke Wallacea mereka mungkin berasal dari sini.

Air Bah dan Perang Spiritual Tingkat Tinggi

Sebuah konflik maha dahsyat antara wilayah Wallacea Timur (kini Indonesia Tengah dan Timur) dan wilayah Indonesia Barat (Sunda) memicu kehancuran global melalui senjata spiritual: gempa, letusan, tsunami, dan perubahan iklim bukan teknologi mesin, melainkan penguasaan energi alam dan batin.

Peristiwa ini direkam dalam berbagai mitos dunia:
• Atlantis (Plato): peradaban tinggi yang tenggelam
• Lemuria: benua hilang di Samudra Hindia
• Ramayana (Kishkinda Kanda): dijaga Garuda, dengan raja-raja naga ditaklukkan di wilayah timur

Wilayah ini dengan pegunungan emasnya tidak sepenuhnya hilang. Ia tetap hidup dalam darah, tanah, dan kisah orang Minahasa.
Toar, Lumimuut, dan Nenek Karema
Setelah air bah, hanya sedikit yang selamat. Di antara mereka adalah manusia Homo sapiens campuran Denisovan yang dikenal sebagai keturunan Toar dan Lumimuut, figur primordial dalam mitologi Minahasa.

Namun yang paling tua, bijaksana, dan tak bisa mati adalah Nenek Karema yang menyimpan ingatan bangsa purba. 

Ia bukan sekadar simbol; ia adalah manifestasi dari kesadaran tertinggi zaman sebelum Homo sapiens, yang diwariskan melalui perempuan.

Itulah asal muasal istilah "Nene Moyang", karena sebelum ada kakek, telah ada Karema sang penjaga pengetahuan abadi.

Gunung-Gunung Suci Sulawesi: Jejak Anak-anak Toar-Lumimuut
Setelah selamat dari banjir besar, anak-anak Toar dan Lumimuut bermeditasi dan moksa di berbagai gunung di Sulawesi. 

Gunung-gunung seperti:
• Lokon
• Soputan
• Klabat
• Mahawu
...adalah peninggalan nama-nama mereka. 

Tiap gunung bukan sekadar geologi, tapi tempat pencerahan spiritual.

Mengapa Wallacea Dicari oleh Barat?

Wilayah Wallacea disebutkan dalam catatan pelaut Portugis dan Belanda karena:
• Kaya emas dan rempah
• Gunung-gunung dengan aura sakral
• Cerita-cerita misterius dari Timur jauh tentang pulau emas dan tanah para dewa

Sampai hari ini, emas di Papua (Freeport) hanyalah sebagian kecil dari kekayaan sejati Wallacea. 

Wilayah ini masih menyimpan tambang yang belum disentuh dan rahasia yang belum dibuka.

Penutup
Maka Wallacea khususnya Minahasa bukan hanya bagian dari Indonesia. Ia adalah titik awal peradaban, tempat lahirnya kebijaksanaan tua, dan panggung asli kisah manusia di bumi. Dan kini, setelah ribuan tahun, dunia kembali menoleh ke timur, mencari jejak mereka yang pernah hampir dilupakan.

Wallacea bukan masa lalu. Ia adalah asal mula yang masih hidup.

Jun 16, 2025

🌀 Jalur Migrasi:
• Minahasa (Sulawesi) → pusat awal leluhur Austronesia wilayah timur
• → Maluku (jalur rempah dan laut dalam)
• → Papua Barat (gerbang ke Pasifik)
• → Fiji (awal Polinesia Barat)
• → Samoa (pusat budaya Polinesia awal)
• → Tahiti (Polinesia Timur)
• → Marquesas (basis pelayaran akhir)
• → Hawaiʻi (puncak ekspansi utara Polinesia).

Yang pada akhirnya membuat peradapan di Benua Amerika lewat suku Indian, Maya, dan Inca.

🧬 Ini menguatkan dugaan bahwa darah leluhur Minahasa turut mengalir dalam tubuh Kanaka Maoli.

Peta migrasi Minahasa (Sulawesi) sebagai pusat asal muasal leluhur Austronesia–Polinesia, lalu terbagi menjadi dua arah utama:

🌏 PETA MIGRASI LELUHUR DARI MINAHASA:
↑ Taiwan → Jepang ↑ Filipina ← Sulawesi (MINAHASA) ↓ Maluku ↓ Melanesia (Fiji, Vanuatu, Papua) ↓ Tonga & Samoa (Polinesia Barat) ↓ Tahiti & Marquesas (Polinesia Timur) ↓ Hawaiʻi ↓ Amerika (Inca, Maya, Mesoamerika) 

🧭 Penjelasan Jalurnya:
🔹 Jalur Utara (NORTH TRACK):
Leluhur dari Minahasa berlayar ke:
• Filipina – tempat bercampurnya genetik Austronesia dan Proto-Melayu
• Taiwan Austro-Taiwanik: mereka datang dari Selatan (Minahasa)
• Jepang – khususnya ke daerah selatan Jepang (Okinawa, Ryukyu), memunculkan hubungan budaya seperti tato, mitos naga laut, dan sistem kepercayaan leluhur

➡️ Kelanjutan: Beberapa teori spekulatif menyebut migrasi ini meluas ke:
• Kepulauan Kuril / Hokkaido (mungkin berbaur dengan suku Ainu)
• Alaska dan Pantai Barat Amerika Utara
🔸 Jalur Selatan & Timur (SOUTH-EAST TRACK):
• Minahasa → Maluku – jalur pelayaran laut dalam
• Maluku → Papua Barat → Melanesia – ekspansi awal Austronesia bercampur dengan budaya Melanesia
• Fiji, Tonga, Samoa – pusat Polinesia Barat (pembentuk struktur sosial dan navigasi)
• Tahiti, Marquesas – pusat Polinesia Timur, asal utama migrasi ke Hawaiʻi
• Hawaiʻi – ekspansi paling utara dari bangsa Polinesia
• Amerika (Inca, Maya, Peru?) – kontak dengan benua Amerika masih kontroversial tapi ada jejak Polinesia

🌺 Kesimpulan Spiritual & Budaya:
• Minahasa adalah jantung perahu leluhur — tempat matahari dan laut menjadi satu.
• Dari situ, anak-anak laut berlayar ke utara dan timur, menanam budaya, roh, dan legenda di seluruh lautan Pasifik.
• Kanaka Maoli, Yami (Tao Taiwan), bahkan mungkin sebagian Ryukyuan (Jepang) dan pesisir Amerika membawa warisan dari satu titik: darah laut Minahasa.

Dalam bahasa Minahasa sendiri orang disebut Tou sebutan menyebar menjadi To, Tao, dll sesuai dialek.

Berikut adalah peta bercabang dua jalur migrasi leluhur Polinesia dengan pusat asal dari Minahasa (Sulawesi):
🌿 Jalur Utara (Garis Hijau Putus-Putus):
• Minahasa
• → Filipina
• → Taiwan
• → Jepang (Ryukyu)
➡️ Menunjukkan penyebaran budaya dan genetik ke utara.
🌊 Jalur Selatan (Garis Biru):
• Minahasa
• → Maluku
• → Papua Barat
• → Fiji
• → Samoa
• → Tahiti
• → Marquesas
• → Hawaiʻi
• → Pantai Barat Amerika 
➡️ Inilah jalur Polinesia klasik — ekspansi samudra dari leluhur Minahasa menuju timur jauh dan utara.

Jalur utara migrasi petualangan suci pelaut dari tanah Watu Pinawetengan.
🌿 Jalur Utara – Minahasa ke Jepang

Minahasa (Sulawesi Utara)

Minahasa i Watu Pinawetengan“Tanah Leluhur di Batu Perjanjian”

2. Mindanao (Filipina Selatan)Darahang Mindanao“Tanah darah tua yang dijangkau perahu api”

3. Luzon (Filipina Utara)Luson i Kawetakan“Gunung yang dipanggil oleh cahaya mata”

4. Pulau Lanyu (Tao/Yami)Tao i Lanyu – Suara Laut Timur“Bangsa laut di pulau suara angin”

5. Ryukyu (Okinawa)Ryukyu a Lumimuut“Pulau angin leluhur yang tak terlihat”

6. Kyushu (Jepang Selatan)Kyushu i Tampakele“Dataran api tempat bintang menurun”

7. Kuril / Korea Akar i Ka-asalan“Akar dari jalur penemuan yang lama terlupa” 
📜 Catatan:
• i = “di”, untuk menyatakan lokasi
• a = “yang” atau relasi roh/sifat
• darahang = darah / leluhur / pengorbanan
• tampakele = menyala / tempat terang
• kawetakan = tempat cahaya turun

🌊 Jalur Selatan – Minahasa ke Pasifik dan Amerika
Ini jalur utama pelayaran leluhur ke arah Melanesia dan Polinesia, hingga mencapai Hawaiʻi dan Amerika.

🌊 Jalur Selatan – Minahasa ke Amerika
Minahasa (Sulawesi Utara)Minahasa i Watu Pinawetengan Tanah awal leluhur, batu perjanjian Toar & Lumimuut

2. Maluku (Kep. Seram/Ternate)Maloko i Tana Lumoos Tanah kilat, gerbang dunia air ke timur

3.Papua
Papua i Sumanga'anDaratan merah, tanah berdoa tempat roh bertukar

4. FijiFiji i Kawasaran Pulau pertemuan angin dan nyanyian laut.

5. Samoa 
Samoa i Rumagesan
Laut upacara, tempat roh pelaut disucikan.

6.Tahiti Tahiti a Wulur Lumimuut Tanah sulung dari pelukan dewi laut

7.Marquesas Marakisa i Likutan Watu Gunung-gunung yang keluar dari laut dan disinari leluhur

8.Hawaiʻi
Hawa’i i Rano Lumimuut Akhir perahu yang mencapai matahari pagi.

9. Amerika (Pantai Barat AS)Kalipona i Pangim’an Waya-Waya Tempat penglihatan terakhir sebelum roh kembali ke Minahasa.

📜 Keterangan Bahasa:
• i = lokasi (di)
• a = yang (mengandung sifat atau roh)
• Lumoos = kilat / petir / gerbang dunia lain
• Rano = ujung dunia / batas langit
• Sumanga'an = doa, pujaan roh
• Pangim’an = penglihatan atau mimpi besar
• Waya-Waya = batas langit dan arwah

"Darahang i Lelewan: Darah dari Laut yang Sama"
(Cerita spiritual Austronesia Toutembuan–Jepang)

"I lelewan nu esa, kita ese darahang. I tonda’an tu lumimuut, ruru tawa’an i uwet nu watu."
(Dari laut yang satu, kita satu darah. Dalam panggilan Lumimuut, bergetar tali batu leluhur.)

Pada zaman tua, ketika langit belum dipaku dan bintang-bintang belum dipasang, tanah Minahasa belum dipisah dari pulau-pulau timur. 

Dalam masa itu, Toar dan Lumimuut, leluhur pertama Minahasa, memanggil anak-anaknya untuk berlayar — bukan karena terbuang, tapi karena dipanggil oleh roh laut besar: Lelewan Wangko.

Maka berangkatlah beberapa Tonaas, dipimpin oleh Siouw, anak dari Toar dan Lumimuut. 

Bersama saudara-saudaranya, mereka berlayar menuju Tanah Matahari Terbit, negeri yang waktu itu belum bernama Jepang, tapi oleh para Walian laut disebut:
🌄 Hinomoto — “asal mula cahaya matahari.”

Perjalanan ke Hinomoto
Perjalanan mereka panjang. Melewati pulau-pulau seperti Formosa (Taiwan), mereka menetap sejenak, menanam pohon pinang dan melatih ilmu tombak. 

Beberapa menetap di kepulauan ini saat kembali (Diceritakan dalam cerita asal-usul leluhur Formosa dari Minahasa)

Lalu mereka tiba di tanah yang hari ini disebut Jepang — tapi bagi mereka, tanah itu adalah:
Wuwun i Hinomoto — Daratan fajar pertama
Di sana, sebagian dari mereka tidak kembali.

🧬 Leluhur yang Menetap di Jepang
Beberapa dari orang Toutembuan dan Tousanwang memutuskan untuk tinggal di tanah itu. 

Mereka menyebar, mengambil nama-nama baru tapi menyimpan roh lama.
• Tawu Aino (Ainu)
– Hidup di tanah kabut dan salju di utara. Mereka disebut Tawu i rawarawa, orang berkabut. Dalam logat Totembuan, "Ainu" menjadi Aino: orang pelindung hutan.
• Tawu Liukianu (Ryukyuan)
– Menetap di kepulauan selatan. Dalam logat Totembuan: Liukianu, dari kata liuk (panjang) dan taneyan (pulau). 

Mereka menjaga ilalang dan roh angin laut.
• Tawu Yamatu (Yamato)
– Keturunan dari pemimpin pelayaran, mereka menjadi pengatur daratan besar. 

Nama "Yamato" menjadi Yamatu, bermakna penjaga wuwun (tanah luas).
• Tawu Jomun (Jōmon)
– Para leluhur paling tua yang menunggu para pelaut MahaEsa (Minahasa). 

Mereka disebut Jomun: yang tinggal di tanah batu dan api, ahli tembikar.
• Tawu Yayo’i (Yayoi)
– Mewarisi benih pertanian yang dibawa dari Minahasa, disebut Yayo’i: orang ladang basah dan rumah kayu.

🔁 Kembalinya Siouw ke Minahasa
Namun tidak semua menetap. 

Siouw, dengan hati penuh rindu akan tanah leluhurnya, mengumpulkan sisa rombongan dan kembali ke Minahasa.

Dalam perjalanan pulang, ia menulis pada layar perahunya:
“Tonaas i Wuwun Hinomoto, ese darahang deng Totembuan. Lelewan tu esa, darahang tu esa.”
(Para pemimpin dari daratan Hinomoto, satu darah dengan Totembuan. Laut satu, darah pun satu.)

Dan ketika mereka menginjakkan kaki kembali di tanah Minahasa, Siouw pun membangun Wuwun i Pogidon sebelum akhirnya menetap di kepulauan yang disebut sangir untuk menjaga perbatasan atau laut.

Penutup
Payuwan, Liukian, Aino, Yayo’i, Yamatu… Kami memanggilmu dari Minahasa. 

Jika angin berubah arah dan laut membuka jalan, darah kita akan saling menemukan kembali.

DARAHANG I LELEWAN

PASAL I — ASAL MULA

Sebelum tanah dibelah oleh sungai, sebelum bintang digantung di langit, bumi adalah satu. Laut adalah jalan roh. 

Dalam masa tua itu, dari gunung Lokon dan tanah Rurukan, hiduplah Toar dan Lumimuut, bapak dan ibu segala manusia Tou.

Toar berkata kepada anak-anaknya:
"Tonaas-ku, kamu bukan hanya penjaga tanah, tapi pewaris laut. 

Pergilah, carilah di mana darah kita juga mengalir."
Maka Siouw, anak Toar dan Lumimuut, membawa perahu suci berlayar ke utara.

PASAL II — PERSINGGAHAN DI FORMOSA

Di pulau yang disebut Formosa, mereka menjadi Tou orang Payuwan dan Yami. Mereka menciptakan bunyi gong dan tarian roh bambu.
Siouw berkata:
"Kita esa darahang. Kita datang dari lelewan nu esa."

Lalu mereka saling menanam pohon pinang sebagai tanda ikatan darah.

PASAL III — MENDARAT DI HINOMOTO

Setelah banyak bulan, perahu suci sampai ke tanah matahari terbit. 

Negeri itu belum bernama Jepang, tapi dalam roh para walian laut, tempat itu disebut Hinomoto.

Di sana, mereka lima Tou/Tawu:
• Tawu Aino — penjaga kabut dan salju.
• Tawu Liukianu — pelaut selatan, anak angin.
• Tawu Yamatu — pengatur tanah besar.
• Tawu Jomun — leluhur penjaga tembikar.
• Tawu Yayo’i — petani dan pembawa benih.

Siouw dan sebagian orang Minahasa menetap. Mereka menikah dan bergabung. Darah Totembuan masuk dalam nadi Jepang kuno.

PASAL IV — KEMBALINYA SIOUW
Namun, roh tanah memanggil. 

Siouw membawa pulang sisa rombongan. Dalam perahu, ia menulis:
"Lelewan tu esa, darahang tu esa. I tanah Hinomoto, ada saudara kita."
Ia kembali ke Minahasa, membangun Wale Wuwun i Pogidon, rumah besar tempat nama-nama suku Hinomoto disebut dalam setiap upacara leluhur.

PASAL V — PESAN LELUHUR
Jika angin berubah arah, dan laut membuka jalan, darah kita akan saling menemukan kembali.
Payuwan, Liukian, Aino, Yayo’i, Yamatu... Dengarlah ruru kami. Kami tak melupakanmu.

Karena darah tidak hilang. Karena roh tidak diam. 

Karena laut menyimpan semua nama.

Tonaas i Totembuan, ingat dan sebut.

Kitab ini diwariskan dalam ritus leluhur. 

Hanya dibacakan saat bulan gelap dan angin dari utara membawa nyanyian roh-roh yang jauh.

📜 Ruru Opo: Doa Deng Mantra i Toutembuan

🔥 I. Tumbuk Pangalaw (Pembukaan)

Opo Watu, Opo Lumimuut, Tonaas i tané lelewan, tané tou um banua. Kami mo'an anakmu i wuwun Hinomoto, Miné goh su walak, tapi darahang su toun i tanahmu. Té'ké i batu tu Lokon, té'ké i tapuk nu uwet, Tou é'lum, tapi so tara umpéng nu talinga. Ruru kami, Opo. Turun mo kasurugan. 

🌊 II. Ruru Lelewan Wangko (Pemanggilan Roh Laut)

Lelewan Wangko, o empung airi nu esa… Buka dalan tu kabus deng néne' salju. 

Mo'óng i darahang tu Aino, tu Yamatu, tu Liukianu. Bangkit mo i laladan nu batu, Baba mo i ruru i toun nu Toutembuan. 

Ruru kami, Opo… Kami su’ sumbe, kami su’ tantu. Datang mo i angin, datang mo i weng. Tou rontoan, pulang! 

🌑 III. Kalawiran Darahang (Penutup dan Sumpah Darah)
Kami tou tu'asa. Kami tou i walak. Tané bisa béda, Tapi darahang i wuwun mo esa. Miné angin mo putar, Roh mo pulang. Uwet nu watu su’ ruru. Tou i Totembuan, sumur-mu i Yamatu, kami panggil. Ese darahang. Ese i lelewan. Ese i uwet. 

Cerita asal usul leluhur Hinomoto yang saat ini disebut Jepang. Sebelum pada akhirnya beberapa suku orang dari Cina Daratan datang, sampai sekarang orang Jepang tidak mau bergabung dengan Tiongkok karena mereka menyakini suku asli kepulauan jepang bukan dari Cina.

Jun 15, 2025

🌀 "Sarangsang ni Watu: Darah Laut dari Minahasa ke Formosa"

Pasal 1: Watu Tu'a dan Panggilan Angin
Dulu, kala langit belum dipisahkan dari air, ketika awan masih berbicara dengan laut, leluhur Minahasa — Toar dan Lumimuut — menanam satu batu penanda di pantai utara tanah Toutemboan. 

Batu itu bernama Watu Tu’a — batu tua pemanggil suara laut.

Suatu malam, angin dari utara berhembus membawa suara-suara asing. Laut bergelora seperti mengenal nama-nama yang telah lama hilang.

Lalu berkatalah Apo Karema kepada Toar:
“Bangkitkan anakmu, sebab waktu telah tiba. Darah kita berseru dari seberang utara.”

Dan diutuslah seorang anak bernama Siouw, artinya sembilan, karena ia membawa sembilan bintang penanda jalan laut — tanda bahwa ia akan membuka jalan ke sembilan arah nasib.

Pasal 2: Perjalanan Darah Laut
Siouw, anak Toar Lumimuut, dikawal 40 walak pejuang dan 7 Tonaas. 

Mereka naik perahu panjang — Wale Ra’as — dari pantai Kema menuju arah bintang utara.

Laut membuka jalan, paus mengiringi mereka, dan bulan menyembunyikan mereka dari mata roh jahat. 

Setelah tujuh musim gelombang, mereka tiba di satu pulau besar: Formosa.

Mereka kaget, sebab tanah itu bernyanyi dalam bahasa yang terasa akrab, meski berbeda. Suara pepohonan, irama jantung bumi, dan nama-nama roh penjaga terdengar seperti bisikan leluhur yang sama.

Pasal 3: Pertemuan Darah
Lalu Siouw membiarkan keturunannya untuk tinggal yang bernama:
• Amis juga — penjaga laut timur.
• Atayal — para pemintal benang roh dari gunung.
• Payuwan, dari selatan, para pemahat batu kisah.
• Bunung, pembunuh serta pemburu awan dan pembawa suara hujan.
• Sowu, pelindung kabut pagi.
• Lukai, yang menulis mimpi pada daun dan kulit.
• Puyuma, pengatur angin ladang dan suara anak-anak.
• Saisyat, penari kecil dari lembah terlindung.
• Yami, sang pelaut.
• Tawo, penggenggam cahaya bulan.
• Kawalan, pengintai hutan purba.
• Turuku, pendengar gemuruh gunung.

Pasal 4: Pemisahan Takdir
Beberapa dari rombongan Minahasa merasa jiwanya menyatu dengan tanah Formosa. 

Mereka tidak kembali, memilih menjadi bagian dari suku-suku itu. Mereka menikah, menanam, dan meninggalkan nama-nama fam Minahasa yang beberapa hilang dalam waktu dan lainnya masih ada sampai sekarang.

Sedang yang lain, ikut kembali bersama Siouw. 

Mereka membawa cerita, bibit tanaman, dan nama-nama roh baru. Siouw, kini disebut Siouw Lumintak ni Watu, menjadi pemimpin baru di kepulauan Sangir dan menetap disana keturunannya menjadi Kulano sampai maluku hingga saat ini.

Di tiap upacara tua, para Tonaas Minahasa berbisik:
""Wia darahang i kami i Formosa.
Sada angin manukar kasasar,
i anak-anak makalawiren um kasuratan."

Epilog: Tanda yang Tak Hilang
Hingga hari ini, di pegunungan Formosa, suku-suku itu menyimpan nyanyian tentang perahu datang dari selatan.

Dan di tanah Minahasa, batu Watu Tu’a masih berdiri. 

Saat malam tertentu, suara ombak di sekitarnya terdengar berkata:
“"Payuwan, Bunung, Yami… kami esa darahang… i lelewan nu esa."

Doa Ritual:

"Payuwan, Bunung, Yami... kami’ esa darahang… i lelewan nu esa.

Opo ni Lumimuut, Opo Watu, papak’ ruru ni kami.

Darahang tu kaweng kami,
ne’ang’a’ kaleleng, ma’itu ta’kaboyan.

I Formosa, kami’ maka’anak.
I Minahasa, kami’ manangko.

Tonaas tu waraney, pangapala!
Lalandeken i darahang, i lelewan, i taneyan."

Asal-usul leluhur kepulauan Formosa (Taiwan sekarang), banyak yang akhirnya kalau jumlah dari Suku-suku Cina Daratan seperti Han, dll. 

Namun sampai sekarang orang Taiwan tidak mengakui Cina dan menolak bergabung dengan Cina/Tiongkok karena menyakini mereka aslinya berdarah asli Formosa (Taiwan) bukan dari Cina Daratan tapi dari Sulawesi Utara.