Nov 26, 2018

Kisah Asal Usul Minahasa yang sebenarnya dari catatan Kitab Kuno Walak

Puncak Gunung Mahawu menurut ajaran Leluhur Minahasa gunung adalah tempat turunnya Para Malaikat. 

Sejarah dibagi atas 2 jenis:
1. Sejarah Versi Buku: Dapat ditambahkan dan dikurangai berdasarkan Analisa dan Pemikiran Sang "Penulis"

2. Sejarah Alam Sulit ditambahkan atau dikurangi karena tulisannya menggunakan huruf Aksara Tana Malesung baik yang terdapat di Wale Watu,  Goa Watu, Watu Tomotowa, Watu Kadera, dll.

Dan hal yang paling penting Rahasia Kekuatan Tuur In Tana tidak pernah diekspos dan dipublikasikan secara lengkap. Saya sendiri hanya berani bercerita yang bukan rahasia dimana pengetahuan ini memang sudah di catat oleh Spanyol, Portugis, terakhir Belanda dan sekutu yang disimpan sebagian dalam Gereja. Namun pengetahuan ini karena belum banyak orang Torang yang mengetahui maka saya ceritakan dan publikasikan di Internet agar bukan hanya menjadi catatan Rahasia bangsa asing atau simpanan rahasia organisasi keagamaan.

Pada jaman dahulu kala ditugaskan para Malaikat oleh Amang Kasaruan untuk mengamati/mengawasi Bumi. Amang Kasuruan adalah Tuhan pencipta bumi yang bertahta di Surga, berkuasa atas bumi sehingga disebut Kasuruan Wangko untuk berhubungan dengan dia manusia saat itu hanya bisa lewat para Walian, sehingga Dia disebut pemimpin para Walian disebutlah Dia Opo Walian Wangko.

Opo disini adalah panggilan akrab para manusia dahulu kepada penciptanya, seperti sekarang umat Kristen memanggil bapak kepada penciptanya. Opo sendiri adalah sebutan untuk kakek leluhur Minahasa untuk nenek disebut dengan Apo. Sehingga kita sering mendengar Opo-Apo karena lebih sering kepada sosok maskulin(kakek) maka penyebutan menjadi Opo-opo ketika untuk mengormati leluhur. Namun ketika masuknya agama barat maka sebutan Opo-opo dianggap sesat karena meminta kekuatan pengetahuan diluar sebutan bahasa dalam agama mereka sehingga Opo-opo sudah memiliki arti lain dari makna sebenarnya.


Manusia dahulu memanggil Amang Kasuruan dengan sebutan akrab Opo Wananatase, Opo yang ada diatas, leluhur para leluhur pencipta langit dan bumi para leluhur. Sehingga ada pula yang menyebut Opo Empung yang berarti maha besar.

Amang Kasuruan mempunyai para bawahan yaitu para Malaikat, beberapa pada Malaikat ini ditugaskan untuk mengamati/mengawasi Bumi. Saat mengawasi Bumi tersebut para Malaikat tergoda kepada Putri-Putri Minahasa yang sangat cantik. Dan para malaikat, anak-anak surga, melihat dan menginginkan mereka, dan berkata satu sama lain: ‘Mari, marilah kita memilih istri dari antara anak-anak manusia dan memberi kita anak. Dan Manembo, pemimpin mereka, berkata kepada mereka: ‘Aku takut kalian tak akan setuju untuk melakukan hal ini, dan aku sendiri harus menerima hukuman untuk suatu dosa besar.’ Dan mereka semua menjawabnya dan berkata: ‘Marilah kita semua bersumpah, dan mengikat diri kita dengan suatu kutukan bersama untuk tidak menghentikan rencana ini tapi untuk melakukannya.’ Lalu mereka semua bersumpah dan mengikat diri mereka dengan kutukan bersama atas sumpah itu. Dan jumlah mereka semuanya dua ratus malaikat; yang turun pada masa sebelum air bah di puncak Gunung Mahawu, dan mereka menyebutnya Gunung Mahawu, karena mereka telah bersumpah dan mengikat diri mereka dengan kutukan bersama atas sumpah itu. Dan inilah nama pemimpin- pemimpin mereka : Manembo, pemimpin mereka, Aluk, Merendor, Kemboleng, Kariso, Kalangi, Makalawang, Makawulur, Marendor, Mioyo, Tundoon, Tumorongkang, Kaluilan, Kambong, Makalewai, Manampiring, Manarinsing, Mapataris. Inilah pemimpin-pemimpin tiap sepuluh dari mereka.

Terciptalah keturunan yg tidak normal hasil perkawinan campuran yaitu para Raksasa dan Kacili.

Raksasa mempunyai kebiasaan buruk suka makan manusia dan memakan habis semua hasil usaha manusia pemimpin para Raksasa yang suka makan manusia ini adalah Seratou, keturunan para raksasa ini akhirnya musnah karena selalu berperang dengan manusia normal, kedepannya saya akan bercerita tentang cerita para raksasa ini. 

Dan Kacili seperti lolok, kaboter, polahi, dll lebih suka tinggal di goa alami dalam hutan untuk menghindari para manusia yg belum dewasa dalam berpikir bertindak. Ada beberapa manusia normal yang beruntung bertemu dengan para Kacili lalu mendapatkan pengetahuan khusus.

Para Malaikat yang kawin dengan putri-putri manusia tersebut mengajarkan pengetahuan kepada manusia mereka mengajarkan jimat-jimat dan mantera-mantera, dan cara memotong akar-akaran, dan memperkenalkan mereka dengan tetumbuhan. Aluk dan Sankiou, mengajar manusia untuk membuat pedang, dan pisau, dan perisai, dan mengajarkan kepada mereka logam-logam dari tanah dan cara mengolahnya, dan kalung, dan hiasan- hiasan, dan penggunaan antimon, dan cara menghias kelopak mata, dan segala jenis batu mulia, dan segala ramuan pewarna. Dan timbullah perbuatan- perbuatan tak ber-Tuhan, dan mereka melakukan perzinahan, dan mereka menjadi tersesat, dan tercela dalam seluruh cara-cara mereka. Manembo mengajarkan mantera-mantera, dan cara memotong akar, Tumorongkang penyelesaian mantera-mantera, Limbawa (mengajarkan) astrologi, Sosowela rasi-rasi bintang, Tongkoakan pengetahuan tentang awan, Mioyo tanda-tanda bumi. 

Akibatnya pengetahuan dari para Malaikat banyak disalah gunakan serta perilaku keturunan campuran ini maka tidak ada keseimbangan di Bumi Sulawesi dimana para raksasa banyak memangsa manusia sehingga saling perang. Dan ketika banyak manusia musnah terbunuh, mereka menangis, dan ratapan mereka naik hingga ke surga roh mereka yang telah mati menangis dan menuntut kepada gerbang surga, dan ratapan mereka telah naik : dan tak dapat berhenti karena perbuatan-perbuatan tak berhukum yang dilakukan di muka bumi. Terlebih para Malaikat membuka rahasia-rahasia abadi yang telah (dilindungi) di surga.

Lalu Empung Wananatas murka sehingga berkata seluruh bumi akan dihancurkan, dan sebuah air bah akan datang. Pada masa kepemimpinan Sumaraniw terjadilah gempa bumi besar 9 hari lamanya dan pada hari kesepuluh pecahlah gunung tempat Manembo dan Makatembo yang berhadapan. Amang Kasuruan menurunkan hujan keras serta air bah yg keluar dr mata air bumi sehingga terjadi banjir air bah. 

Banyak yang mati namun ada beberapa yg selamat Raja Raksasa selamat tinggal di Kakas sang Ratu di kepulauan Sanger (Kedepan akan saya ceritakan tentang Raksasa). Darah campuran lain Kacili banyak yang selamat karena mereka akrab paling dekat dengan alam sehinggga mengerti tentang bencana alam mereka tinggal di goa alami, laut, danau, air terjun.

Manusia normal yang selamat adalah Kinembut selamat karena memegang tempat Lontang tempat makan yg terbuat dari Emas (pusaka ajaib yg bisa mengeluarkan makanan tanpa batas). 


Serta Lulimuut selamat karena diselamatkan Malaikat Nene Karema (asal muasal penyebutan Nene Moyang dari kata Nene Karema). Mereka selamat di Minawatu Munte Popontolen



Kinembut begitu bersedih karena kehilangan seluruh keluarganya (klan keluarga matahari) terutama Ibu kandungnya maka dia berdoa bermohon kepada Amang Kasuruan lalu Kinembut diperintah oleh Amang Kasuruan untuk jalan berkelana membawa tongkat dari kayu Tawaang dalam pencarian dia bertemu dengan Lulimuut (klan keluarga bumi) wanita cantik yang membawa Tongkat dari Kayu Tuis sifatnya sangat mirip dengan ibunya. Singkat cerita Kinembut beryukur bisa bertemu dengan Lulimuut yang mempunyai sifat serta kemiripan seperti ibunya.

Lalu timbulah masalah baru dimana mereka takut mempunyai turunan yang akan menciptakan dosa baru, mereka berpikiran manusia akan saling membunuh jika mereka menikah kembali dan berketurunan, sehingga mereka tidak mau menikah dan melakukan hubungan suami Istri. Kinembut menganggap Lulimuut sebagai ibunya agar ia tidak bernafsu secara seks kepada Lulimuut begitu juga sebaliknya Lulimuut menganggap Kinembut sebagai anaknya.


Lalu Opo Empung Wananatase mendengarkan keluhan mereka lalu memerintahkan Karema untuk memberi petunjuk kepada Lulimuut menghadap arah angin untuk agar hamil oleh Amang Kasuruan. Semenjak keluhannya didengar dan Lulimuut hamil Kinembut merubah namanya menjadi Toar berarti Pengharapan selalu ada.

1. Setiap burung Manguni berbunyi satu kali, lahirlah seorang anak. Berturut-turut 9 kali bunyi burung masing-masing lahir seorang anak yang jumlahnya 9 orang anak.

Lalu istirahat 9 jam lamanya

Kembali bunyi Manguni 9 kali dan setiap bunyi lahir pula seorang anak yang berjumlah 9 orang anak

(2x9) jumlah keseluruhan ada 18 anak.

Se Makarua Siouw adalah anak mereka yang tertua diserahkan tugas menjadi penghulu dibidang pengaturan masyarakat/pemerintah


2. Cara kelahirannya sama dengan di atas namun  dipisahkan oleh dua fase istirahat

Setiap burung Manguni berbunyi satu kali, lahirlah seorang anak. Berturut-turut 7 kali bunyi burung masing-masing lahir seorang anak yang jumlahnya 7 orang anak.

Lalu istirahat 7 jam lamanya

Kembali bunyi Manguni 7 kali dan setiap bunyi lahir pula seorang anak yang berjumlah 7 orang anak

Lalu istirahat 7 jam lamanya

Kembali bunyi Manguni 7 kali dan setiap bunyi lahir pula seorang anak yang berjumlah 7 orang anak

(3x7) jumlah keseluruhan 21 anak

Se Makatelu Pitu diserahkan tugas menjadi penghulu pengaturan keagamaan

3. Yang lahir terakhir adalah kembar 3. Dengan didahului sembilan kali bunyi Manguni lahirlah seorang anak, demikian pula untuk anak kedua dan ketiga

Se Pasiowan Telu adalah terbungsu dan terkecil
Kelompok ini terdiri  dari yang sulung wanita cantik dan dua adiknya laki-laki. Wanita cantik yang tidak bercela dan suci bernama Kawangkalan namun juga sering disamakan dengan Maroaya karena terpilih oleh Opo Empung Wananatase kesuatu tempat khusus dan bekerja sebagai Walian Wangko yang senantiasa memanjatkan doa dan persembahan dan kemakmuran saudara saudaranya serta anak cucu mereka yang berada di bumi. Semenjak itu Walian Wangko adalah Maroaya ini.

lalu dibentuklah kelompok tugas pembantu dari Pasiowan Telu yang diambil dari Makarua Siouw dan Makatelu Pitu. Melalui bunyi Manguni yaitu:
Se Makarua Lima bertugas sebagai penghulu dibidang pencarian/pertanian dan hasil bumi
Se Makarua Telu yang bertugas sebagai penghulu dibidang perburuan

Belakangan golongan mereka tersingkir berselisih paham karena Mahawetik dari kaum Rumengan, namun dapat diredam berdamai di Watu Pinabetengan lalu dibagi kelompok baru lagi.

Cerita lebih lengkap tentang perselisihan pertama ini akan saya ceritakan dilain kesempatan. Sebenarnya ada nama lengkap dari anak-anak Toar Lulimuut ini namun dicatatan saya cukup banyak dan panjang untuk saya tuliskan satu persatu.

Ada yang bilang cerita lengkap bisa dilihat di Kitab Minahasa yg disimpan oleh pihak Gereja GMIM dan Katolik di Pineleng. Kitab ini sangat rahasia dan dikeramatkan saya menulis tidak lengkap serta tidak begitu detail karena cape ngetiknya.... pengetahuan ini dahulu tidak rahasia namun ada segelintir orang yang ingin dianggap pintar sehingga merahasiakan pengetahuan ini, bayangkan jika semua tau leluhurnya lebih mulia daripada manusia lain???


2 comments:

Anonymous said...

Mirip BOOK OF ENOCH. Mohon konfirmasi soal kebenaran cerita. Karena apa yang anda bahas, tertulis juga di BOOK OF ENOCH. thanks

Anonymous said...

Kalau benar seperti itu, sejarah minahasa ada kemiripan dengan apa yang ditulis di Kitan Henokh atau BOOK OF ENOCH. Ada waktu buat ketemu? Ada yang mau saya bahas.

Post a Comment