Oct 7, 2012


Jaran Goyang ilmu pelet  (seks) dari tanah jawa di Sulawesi di bilang dengan pokiit membuat orang menjadi ingin bertemu dan melakukan hubungan seks dengan kamu. Dengan memanggil gaib berkepala kuda yg senang sekali melakukan hubungan seks dengan korban. Ada beberapa level jaran goyang ini,

Pertama kali yg dilakukan adalah puasa mutih 40hari 40malam bisa pakai cara curang neptu hitungan Sunan Kali Jogo jadi cukup 3hari puasa saja. Pada hari terakhir jangan tidur sampai pagi atau matahari bersinar. Selanjutnya beli jajanan pasar kue 7buah, nasi urap, bubur dari beras merah.
Potong ayam berbulu terbalik pitek walik dengan kaki kuning cari ditukang ternak ayam harga murah cuma dibawah 100ribuan karena jarang orang yg mau makan ayam jenis ini. Ayam jenis ini biasa dipakai untuk ritual saja.

Saat memotong ucapkan “Iki Uwes Pitek Walik Sikil Kuning Yo”
Lalu undang orang sekitar untuk makan bersama, sebelumnya berdoa dulu dan bilang kamu telah berhasil puasa dan berniat menyatukan ilmu jaran goyang ini bersama dengan kamu. Serta saudara saudari anda silahkan makan bersama. Kirangan maksud dan hajat kamu terkabul.
Kegunaan itu semua adalah untuk mengundang Sedulur papat limo pancer dan memberi makan saudara ari-ari saat pertama kamu lahir dibumi, mereka ada 5.
Saat malam anda bisa lakukan pelet dengan mengucapkan mantra, lakukan saat jam 12 malam atau saat orang yg dituju tidur. Anda bisa melakukan ilmu pelet ini untuk lawan jenis yg anda suka. Bisa juga untuk sesama jenis. Atau menjodohkan orang lain Open-mouthed smile

Waktu yg paling bagus adalah malam jumat kliwon jam 12 malam.
Siapkan kemenyan madu, lalu ucapkan mantra
Sopo iro sopo ingsun
Macek ajiku jaran goyang
Sing tak tuju keturutan
Sing tak kiro Keleksanan
Si….(nama anda) jabang bayine nak
Si…(nama target) nak ora weroh
Si (nama target) koyo di kerik-kerik sikelem

Oct 6, 2012


Burung Moopoo


Minahasa yang dahulu dikenal dengan Malesung adalah salah satu nama kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Di kabupaten ini hidup beragam jenis binatang langka dan khas Minahasa. Salah satu binatang khas Minahasa adalah burung moopoo. Konon, burung moopoo ini merupakan jelmaan seorang anak laki-laki. Mengapa anak laki-laki itu menjelma menjadi burung moopoo? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita rakyat Asal Usul Burung Moopoo berikut ini.


Oct 4, 2012

Barang antik (dari bahasa Latin: antiquus "tua") ialah benda menarik yang sudah berusia tua, seperti mebel, senjata, barang seni, maupun perabotan rumah tangga. - Wikipedia


1.Bejana Perunggu

Penemuan Bejana Perunggu

Bejana Perunggu, ditemukan di Indonesia hanya dua buah , yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti kepisi atau keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggang ketika orang sedang mencari ikan. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung, yang diletakan dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak tidak sama susunannya. Bejana yang ditemukan di Kerinci (Sumatra) berukuran panjang 50,8 cm dengan lebar 37 cm. Sebagian lehernya sudah hilang. Bagian leher ini dihias dengan huruf J dan pola anyaman. Pola huruf S terdapat di bagian tengah badan. Di bagian leher tampak logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk menggantungkan bejana pada tali.



Bejana perunggu dari Asemjaran, Madura Jawa Timur


Bejana yang ditemukan di Asemjarang, Sampang (Madura) mempunyai ukuran tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Hiasan pada bagian leher terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruang pertama berisi lima buah tumpal berderet dan di dalam pola ini terdapat gambar burung merak; ruang kedua berisi huruf J yang disusun berselang-seling tegak dan terbalik; dan ruang ketiga juga berisi pola tumpal sederet sebanyak empat buah. Di dalam pola tumpal terdapat gambar seekor kijang. Bagian badan bejana dihias dengan pola hias spiral yang utuh dan terpotong, dan sepajang tepinya dihias dengan tumpal. Sepasang pegangan dihias dengan pola tali. Latar belakang hiasan dan pola tumpal ialah dengan titik-titik dan di dalam ruang-ruang dengan pola spiral diisi dengan pola anyaman halus. Bejana ini mirip dengan bejana yang ditemukan di Phnom Penh (Khamer).


Bejana Perunggu dari Kerinci (Sumatera)
Kapak Makassar yang sangat besar dapat juga dianggap sebagai bejana. Bidang lehernya dihias dengan pola geometris berupa garis-garis spiral yang mengapit pola hias topeng dan pola hias tumpal. Bidang lainnya dileher memperlihatkan pola sepasang mata yang bersusun sebagai pola hias utama. Bagian badannya dihias, hanya bagian tepinya terdapat hiasan pola duri ikan. Bagian bawah menonjol, yang sebenarnya merupakan sisa (lidah) tuangan, sebagai penyangga kalau benda ini diletakan berdiri. Panjang benda ini 70,5 cm lebar badan 45 cm dan lebar leher 28,8 cm. tempat penemuannya adalah Ujung Pandang (Makassar) di Sulawesi Selatan.


2.Nekara Manusia Purba

Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.

Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu.


3.Kapak Corong Manusia Purba
Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.


4.Perhiasan Manusia Purba
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.


Kapak Lonjong


Kapak lonjong merupakan hasil kebudayaan zaman neolitikum, yang terbuat dari batu kali dan nefrit. Kebudayaan zaman neolitikum jauh lebih maju dibandingkan dengan zaman sebelumnya, karena pada masa itu sudah senjata seperti kapak lonjong sudah menggunakan pegangan yang terbuat dari kayu, dan bambu. Kapak Lonjong adalah kapak yang pada umumnya berbentuk lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah dengan menghasilkan tajaman yang simetris. Daerah penemuan kapak lonjong di Indonesia, hanya terbatas di daerah bagian timur, yaitu Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leh, Tanimbar, dan Papua.

Di Serawak, yaitu di Gua Niah, kapak lonjong juga ditemukan. Dari tempat-tempat yang disebutkan itu, hanya sedikit yang diperoleh dari penggalian arkeologi, kecuali dari Serawak dan Kalumpang di Sulawesi Tengah.

Sep 27, 2012

kateda

Sejarah kateda sebagian besar tidak diketahui publik, sebagaimana pengetahuan publik tentang keberadaan kateda itu sendiri.

Kateda dinyatakan berumur setidaknya 3000 tahun, bahkan mungkin 10,000 tahun, yang menandakan munculnya di akhir Jaman Es. Kateda dinyatakan berasal dari Tibet. Sejumlah seni bela diri Tibet yang lain, atau seni Bod, dapat diketahui, seperti Seamm-Jasani, Baobom, Yaanbao dan Sung-Thru Kyom-Pa yang sangat tidak jelas (disebut juga Amaree). Seam-Jasani dianggap berumur 10,000 tahun, yang berasal dari Bod kuno (Sebutan Tibet bagi orang Tibet) atau Peuyul (nama kuno yang dipakai sebelum Tibet Modern, yang berarti “Tanah Bersalju” atau “Tanah para Dewa” dalam bahasa Tibet), dan dilakukan di iklim Himalaya luar, jadi pernyataan umur Kateda barangkali tidak semustahil anggapan awal. Namun Kateda (seperti seni Sindo) mungkin hanyalah sebuah reformulasi Pentjak Silat, atau Kuntao Silat.

Disebutkan bahwa Kateda hilang dan setelah sekian lama ditemukan oleh seorang penyendiri dari daerah Himalaya bernama Tagashi (atau Takashi). Tahun 1907, pada umur 20, Tagashi sedang berkelana di Tibet Utara. Disana dia disebut telah menemukan buku berbungkus kulit ditulis dengan bentuk simbol. Selama 40 tahun berikutnya ia mempelajari buku tersebut dan meneliti asal buku itu, membandingkannya dengan buku-buku kuno lainnya yang dimiliki oleh orang Tibet, Nepal, dan Himalaya. Dia menarik kesimpulan bahwa “Tujuh Rahasia”—nama yang ia beri pada buku tersebut—dimana simbolnya telah diterjemahkan menjadi 7 huruf yang berbeda, berasal dari “sebuah masa dimana perang tidak ada”.

Dia mendeskripsikan ajaran tersebut sebagai “anatomi struktural dari tenaga dalam manusia, dibangun oleh tujuh unsur paling murni dalam tenaga dalam alami”. Pengetahuan ini digunakan untuk perlindungan terhadap lingkungan yang liar, dan juga memelihara kedamaian dan harmoni. Dengan diciptakannya senjata perang, ajaran di dalam buku itu makin jarang digunakan, hingga akhirnya dilupakan seluruhnya. Dia juga menulis “Buku Tujuh Rahasia ini mengandung kekuatan atom tubuh manusia dan kekuatan naluri manusia. Tenaga dalam ini terbagi dalam tujuh bagian yang alami dan murni. Pada jaman dahulu kekuatan dan pengetahuan ini digunakan hanya untuk perlindungan hidup dan kenyamanan manusia, contohnya menghadapi alam liar, binatang buas, hawa dingin dan panas dan bahkan untuk kedamaian dan harmoni antara manusia.

Tagashi percaya bahwa pelajaran buku tersebut dan ilmu kateda tidak boleh disalahgunakan, menyumpahkan semua murid-muridnya untuk menjaga rahasia. Tahun 1947 Tagashi memutuskan untuk mengikuti peta yang ditunjukkan pada halaman-halaman terakhir buku tersebut, menganggap ini adalah perjalanan yang dilakukan orang atau orang-orang yang terakhir memiliki buku tersebut, untuk mencegahnya dihancurkan. Pada saat ini pandangannya telah berubah dan dia percaya bahwa Tujuh Rahasia harus dibagi dengan yang lain; berlawanan dengan keteguhannya akan kerahasiaan sekarang dia ingin semua orang memiliki akses terhadap pengetahuan ini tapi dia terlihat bimbang tentang ini pada saat-saat tertentu (atau barangkali ceritanya pudar seiring dengan waktu).

Selama 16 tahun perjalanannya melalui Nepal, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia dia mengajar sekitar 200 murid. Ajarannya diberikan secara rahasia untuk mencegah penyalahgunaan pengetahuan bela diri. Semua diharuskan bersumpah untuk menjaga kerahasiaan, khususnya mereka yang dapat memukul benda padat tanpa rasa sakit atau luka. Mereka juga harus mengembangkan rasa tanggungjawab mereka mengenai pengetahuan ini, dengan mengajari yang lain diawasi oleh Tagashi.

Tahun 1963 Tagashi dan 30 Master sampai pada Gunung Bromo, Jawa Timur, Indonesia. Disini dia menemukan arti “Inner Vision” dan “Inner Voice” dengan melihat bayangan-bayangan: pada sisi kawah dia melhat simbol yang sama dengan yang dijelaskan dalam buku. Ini membentuk basis anggapan dia bahwa Rahasia Ketujuh dapat diraih dengan metoda bela diri.

Sejak saat itu tujuan Tagashi adalah menetap di Gunung Bromo dan mencari rantai atau metoda yang memisahkan kemampuan yang telah dia dapatkan dari pengetahuan yang utama—Rahasia Ketujuh. Selama dia tinggal pada tahun 1963-9 beberapa murid dari Indonesia menemui Tagashi. Mereka menetap bersamanya dan ketika mencapai tingkat Master, diberi tugas membantu Tagashi mencari kunci untuk membuka Rahasia Ketujuh.

Pada tahun 1969 salah satu Master dari Indonesia mendapat izin dari tagashi untuk menterjemahkan Tujuh Rahasia ke bahasa biasa, termasuk cara membuka Rahasia Ketujuh, yang telah ditemukan oleh Master ini. Dia belum pernah melihat manuskripnya hingga Tagashi memberi dia izin untuk menterjemahkannya. Izin tersebut diberikan karena Master ini, ketika berada di Gunung Bromo, mempunyai bayangan yang sama dengan Tagashi tentang simbol yang dijelaskan di akhir buku. Tagashi sadar bahwa Rahasia Ketujuh ini dapat diraih.

Cara yang dapat ditempuh untuk meraihnya disebut Deep Silence, dan membuatnya mampu untuk mengendalikan pikiran sehingga dapat menghubungi alam bawah sadarnya dan mencapai Inner Vision dan Inner Voicenya. Selama 3 tahun dari 1969-1972 Master ini menterjemahkan Tujuh Rahasia dalam pengasingan di Tibet Utara, dimana manuskripnya ditemukan. Pada Maret 1972 Tagashi menerima terjemahannya. Dia juga setuju untuk mengahpuskan kerahasiaan tradisionalnya dan menggantinya dengan organisasi pengajaran terstruktur dengan peraturan-peraturan. Terjemahan dari Tujuh Rahasia disebut Kateda—yang berarti tingkat tertinggi dari Central Power.

Metoda pernafasan, pengendalian otot, gerakan fisik, konsentrasi pikiran, komunikasi hawa Internal Heat, Inner Vision dan Inner Voice, adalah kata-kata yang digunakan sekarang—menggantikan simbol-simbol manuskrip asli. Satu-satunya simbol yang dipakai dalam terjemahan adalah nama Kateda itu sendiri. Huruf-huruf K-A-T-E-D-A diambil dari simbol yang digambar di halaman paling akhir dari “Tujuh Rahasia”—simbol gunung bersama dengan garis bantu, juga dalam bentuk simbol, instruksi menuju mencapai titik tertinggi. Gunung Bromo menjadi seperti “Pusat Spiritual” Kateda dan disini Master tingkat tinggi dilatih oleh Grandmaster. Salah seorang murid Indonesia menyebutkan bahwa KATEDA berasal dari Karate Tenaga Dalam dan sesuai dengan yang digunakan oleh organisasi Kateda. Setelah itu murid seni Indonesia Agus Nugroho, mendesain logo yang melambangkan Gunung Bromo dengan kata KATEDA.

Pada tahun 1976, tanggal 22 Januari, Tagashi meninggal pada usia 89. Dia dikremasi di kawah Bromo, bersama dengan manuskrip asli. Ini adalah permintaan terakhirnya. Dia juga meminta siapapun yang menjadi Grandmaster Kateda baru harus memprioritaskan perdamaian di atas semua pengetahuan yang dicapai melaui metoda Kateda. Pada saat kematiannya, sejumlah muridnya tergabung dengannya dalam mencapai Tingkat Ketujuh. Salah satu murid ini bernama Lionel Henry Nasution, anak seorang Jenderal Indonesia.

Pada tahun 1977, 5 tahun setelah pembukaan sekolah Kateda pertama di Indonesia, Kateda International—organisasi pengajaran utama dari sekolah Kateda—membuka sekolah di Inggris, dan tiga tahun kemudian pada 1980 di Amerika. Semua sekolah tersebut dengan cabang-cabangnya disentralisasi dengan nama “Sekolah Bela Diri Kateda”. Tanggal 5 Maret 1981 Sekolah Bela Diri Kateda London menjadi pusat semua sekolah Kateda, karena pada saat itu anggotanya berasal dari budaya dan latar belakang yang berbeda—dari Inggris, Amerika, Indonesia, Iran, Denmark dan sebagainya. Tahun 1982 ada 30 Master yang memimpin sekolah-sekolah melalui metoda tradisional seleksi, memastikan permintaan almarhum Grandmaster Tagashi dilaksanakan.

Tidak begitu jelas apakah Lionel Nasution meneruskan Tagashi sebagai Grandmaster walau diketahui bahwa Nasution belajar langsung di bawah Tagashi dan mencapai Tingkat Ketujuh Central Power dalam bimbingannya di kawah Gunung Bromo.

Efek dari Latihan

Seperti latihan apapun yang dijalankan dengan benar, berlatih Kateda meningkatkan kebugaran jasmani, stamina dan relaksasi. Mempelajari Kateda dianggap meningkatkan kekuatan pikiran, sistem saraf dan pernafasan, koordinasi, keseimbangan dan naluri melalui semua jenis kelompok otot.

Setelah mempelajari gerakan dasar seni tersebut, dari nomor 1 hingga 10 dan terdiri atas beragam pukulan, tangkisan, tendangan dan loncatan, murid-murid melalui proses mempelajari pengendalian Central Power. Langkah-langkahnya menjadi lebih kuat dengan gabungan Central Power.

Seperti seni bela diri lainnya Kateda juga menjanjikan pengembangan spiritual, melalui pembangkitan Central Power. Central Power dikembangkan melaui pernafasan unik, latihan mental dan fisik. Salah satu latihannya disebut “kei”, yang menandakan suatu hubungan dengan seni bela diri lain. Ini mungkin sebuah kebetulan, tapi kemiripan dengan kata dalam bahasa Cina Qi atau Chi terlihat jelas.

Keahlian seorang murid dalam menyalurkan Central Power melalui Sistem Saraf diuji dengan berbagai cara dalam latihan , sebagai contoh:

· Untuk pria, memecahkan bata dengan solar plexus

· Untuk wanita, menendang dan memecahkan bata dengan sisi kaki

· Menerima pukulan kepada solar plexus

· Menahan cekikan

· Pukulan cepat dan terus menerus kepada plat besi dengan buku jari

· Press-up dengan menggunakan buku jari dan meloncat di atas plat besi

· Dipukul oleh batang besi

· Dipukul dari segala arah oleh sebanyak delapan orang

Dengan bertambah mahirnya seorang murid, keahlian lainnya dapat dilaksanakan. Pengguna dapat melakukannya tanpa merasa sakit atau terluka. Jika memar terjadi, ini dikarenakan keahlian seseorang dalam mengendalikan Central Power tidak cukup.

Keuntungan secara fisik sudah jelas, dengan murid menjadi kurus dan sangat kuat tapi tes fisik Kateda yang terfokus pada sisi agresif diselimuti kontroversi. Sejak tahun 1980an keberadaan tes fisik dalam pelatihan Kateda menurun drastis dan beberapa tes yang disebut diatas tidak lagi dipakai oleh pengguna utama.

Sistem Sabuk, Tingkat dan Grandmaster dalam Kateda mengikuti sistem sabuk yang sudah dikenal, dengan murid baru memulai dari sabuk putih, lalu menuju kuning, hijau, biru, coklat dan hitam.

Setelah sabuk hitam, ada delapan tingkat. Tingkat 1 hingga 5 disebut “pelatih” dan memakai seragam hitam dengan angka romawi merah. Tingkat 6 hingga 8 disebut “Master” dan diatas nya memakai jubah putih atau krem dengan angka romawi merah besar.

Tingkat ke delapan adalah tingkat yang tertinggi. Sedikit yang mencapainya dan dari sedikit orang tersebut, seseorang dapat diberi gelar Wakil Grandmaster tapi ini berdasarkan penilaian Grandmaster. Telah disebutkan bahwa Grandmaster berikutnya akan dipilih dari Tingkat Delapan dan kemungkinan besar adalah Wakil Grandmaster, tapi tidak ada jaminan.

Hanya satu Grandmaster yang dapat berada dalam satu waktu. Murid Kateda menyebutkan bahwa siapapun yang mampu menyerang Grandmaster dengan cara apapun, di dalam atau di luar sesi latihan, maka mereka otomatis akan menjadi Grandmaster berikutnya. Dalam kejadian langka seperti itu, biasanya penyerang akan terpental oleh sang Grandmaster yang santai, yang mungkin bahkan tidak melirik sekalipun, sementara murid-murid lain yang terlihat heran menonton. Ini mirip sekali dengan cerita tentang Seni Cina Yiquan.

Referensi dan pengaruh dari sabuk, tingkatan dan jubah

Sistem sabuk dan pembagian tingkat di atas sabuk hitam menjadi pelatih, Master dan Grandmaster memang hampir identik dengan yang digunakan di seni bela diri Korea Tae Kwon Do. Ini tidak dengan mudah cocok dengan sejarah umum seni tersebut.

Namun jubah hitam para pelatih dan Master sangat mirip dengan yang dipakai di Pencak Silat, sebuah seni bela diri Indonesia asli. Setelah Perang Dunia ke-2, Indonesia meraih kemerdekaannya dan banyak organisasi bela diri berusaha menyatukan beragam jenis pencak silat menjadi satu jenis. Akan mengherankan jika Kateda dan Sindo tidak terpengaruh selama masa ini, yang memiliki efek yang hebat terhadap seni bela diri Indonesia.

Keajaiban mistis Central Power dan Tingkat Ketujuh telah diberitakan oleh para murid; tentu legenda dan sejarah seni ini tergantung pada mistisisme ini. Setelah mengembangkan teknik dasar, murid-murid dapat menahan berbagai serangan fisik dan memukul plat besi tanpa terlihat sakit. Akan teteapi setelah ini pelajarannya menjadi lebih terinternalisasi. Setelah penelaahan intensif, murid dapat disebut telah mencapai “tingkat” yang lebih tinggi dalam Central Power.

Ketika mencapai Tingkat Ketujuh, murid-murid dikatakan sedang mengembangkan keserbatahuan. Pencapaian tingkat ini diperlukan untuk menjadi murid Tingkat Delapan. Grandmaster mampu berkomunikasi dengan Grandmaster sebelumnya dengan teknik yang didapat ketika mencapai tingkat ketujuh.

Tingkat Central Power, dengan berurutan, berada dengan indikasi dimana pada suatu latihan dipelajari:

Pernafasan (sabuk putih)

Pengendalian otot (sabuk kuning dan hijau)

Gerakan fisik (sabuk biru dan coklat)

Konsentrasi pikiran (sabuk hitam)

Komunikasi Internal Heat (sabuk hitam)

Inner Vision (Pelatih dan Master)

Inner Voice (Master)

Murid langsung berlatih dengan pernafasan pada tingkat sabuk putih. Harus juga disebutkan penekanan pada “Satu Arah”, yaitu fokus penglihatan dan perhatian pada satu titik. Teknik meditasi ini digunakan di setiap kelas untuk memfokuskan pikiran dalam mengembangkan Central Power.

Apa Central Power dan apakah itu unik terhadap Kateda?

Pengguna Kateda menggambarkan “Internal Heat” berasa seperti panas listrik yang bergerak di sekitar tubuh ketika mereka membangkitkan Central Power dan dapat diarahkan kepada tangan, kaki, solar plexus atau tempat lain. Ini mirip dengan Ying (“keras”) Qigong, dimana penggunanya mengarahkan Qi ke tempat-tempat tertentu di tubuhnya untuk menahan serangan atau melakukan aksi spektakuler pengendalian tubuh lainnya. Selain itu, pengguna Qigong mengatakan “dimana pikiran melaju, disitu Qi juga melaju”, yang persisi dengan konsep Kateda dalam mengarahkan Central Power dalam kendali sadar ke bagian-bagian tubuh. Memang, kateda mengajarkan metoda mengasah kekuatan yang bernama “kei”, yang secara bahasa mirip dengan istilah Cina “qi” atau “chi”. Malah, Sindo Indonesia yang merupakan kerabat dekat Kateda menyatakan dalam situs webnya bahwa Sindo adalah “seni beladiri terdekat ke Shaolin”.

Walau asal mula Kateda dan seni beladiri Cina tradisional berbeda-beda, kemiripan bahasa dan konsep menandakan asal yang sama, atau perkawinan silang terus-menerus, walau bukti yang pasti hilang ditelan waktu. Akan tetapi, ada kemungkinan kata “kei” adalah pinjaman yang lebih baru dari bahasa Cina.

Orang-orang skeptis menyatakan bahwa tidak ada yang namanya Qi dan aksi yang bergantung pada pembangkitannya mungkin hanya bergantung pada Kekuatan Sugesti. Akan tetapi penganut mengarah pada bukti yang sedang bertumbuh yang mendukung adanya biolistrik yang berbeda dengan arus listrik yang berjalan pada sistem saraf untuk tujuan gerak, kendali otot dan indera. Beberapa mengaku sudah memotret qi dan Reiki bergerak dalam tubuh manusia.

Akan tetapi, tingkat-tingkat tertinggi dalam Central Power, penglihatan dan Inner Voice, tidak dengan mudah masuk ke dalam konsep ini. Kemampuan psikis ini lebih cocok dengan ajaran spritual Yoga dan kemajuan terakhir dalam fisika non-lokal yang keduanya menandakan adanya alam di balik pancaindera kita dan dapat dijelaskan dengan fisika relativistik dan Newtonian. Deepak Chopra telah menerbitkan banyak buku yang berusaha menjelaskan topik-topik tersebut kepada penyimak Barat dan walau karya ini menimbulkan kontroversi dalam lingkup konvensional, karya Chopra telah mencapai banyak orang yang mengaku mendapat perubahan positif stelah mengerti konsep ini. Orang-orang skeptis menyebutkan bahwa Central Power dan qi tidak ada dan penyebutannya adalah cara yang cerdas untuk membuat masyarakat membayar untuk “mempelajarinya”.

Baru-baru ini, ada kontroversi signifikan dalam ruang chat internet di Yellow Bamboo, turunan Tenaga Dalam. Kontroversi ini mengingatkan pada yang meletus dalam Kateda di London, Inggris tahun 1990/1 dan pernyataan tentang Yellow Bamboo, Tenaga Dalam dan Kateda memiliki kemiripan. Jika Central Power memang ada, dapat dikatakan bahwa Kateda memiliki kemiripan dengan seni lain, tapi bukti keberadaannya belum ada sampai saat ini.

Seseorang dapat berteori bahwa Tenaga Dalam adalah nama untuk cara mengendalikan sistem saraf otonom—melalui pengaktifan inervasi simpatetis yang dipilih dalam tubuh, seseorang dapat mengarahkan aliran darah menuju tempat yang dibutuhkan dalam tubuh, sehingga meningkatkan kemampuan otot—seperti ledakan adrenalin terkontrol, hanya saja melalui pengeluaran noradregenis dalam sambungan saraf. Basis ini untuk dibangun lagi, dan istilah yang dipakai seharusnya disetarakan. Seseorang juga harus memikirkan aspek konsentrasi pikiran dalam latihan ini—diketahui bahwa manusia dapat menjalankan tugas yang sangat sulit jika fokus maksimum diberikan; sehingga tidak baik jika istilah tenaga dalam disamakan dengan “Chi” atau “Qi Gong” yang memiliki unsur magis, tetapi lebih dalam melatih diri menuju tingkat tertentu untuk memenuhi tujuan tertentu. Keadaan “damai” yang telah diubah, seperti yang dilaporkan oleh pengguna, yang mirip dengan istilah “high” yang dipakai pengguna narkoba, mungkin disebabkan peningkatan serum endocannabinoid yang dihasilkan dalam latihan. Denagn mempertimbangkan ini, dapat dikatakan Kateda, atau latihan Kixa, menawarkan solusi yang baik untuk hidup dalam damai, dalam keadaan sederhana, dapat memertahankan diri dari serangan luar, dan bahagia dengan keadaannya; skenario ini dapat dianggap ideal di kondisi yang lebih alami daripada masyarakat modern, walau dapat juga cocok dengan masyarakat dimana uang tidak jadi pikiran. Ketidakcocokan ini, dikarenakan fokus Kateda pada beladiri fisik dan kedamaian pikiran, dapat diperbaiki jika latihan Kateda memasukkan pengembangan intelektual guna menghadapi masyarakat modern. Pembukaan aula-aula tengah di berbagai lokasi menyisipkan program pendidikan yang termasuk aspek-aspek tersebut, juga yang sudah ada, dapat dilihat bahwa Kateda mendapat popularitas yang dipertahankan; akan tetapi pendekatan seperti ini harus pada awalnya diarahkan pada masyarakat yang berpikiran terbuka, seperti yang dapat ditemukan di Dunia Ketiga, dan dikenalkan dalam analogi ke pengenalan pendidikan kepada masyarakat yang lebih luas di Inggris dengan adanya sekolah umum pada tahun 1300an.

Latihan

Latihan biasanya dijalankan sekali atau dua kali seminggu dan bertempat di kelas bercampur pada semua tingkat keahlian, yang dipimpin oleh sabuk hitam atau yang lebih tinggi. Murid berlatih gerakan dasar 1 sampai 10, sederet gerakan kombinasi 11 sampai 20, dan Tenaga Dalam.

Bebearapa mengaku merasakan “high” seperti yang dialami oleh pengguna obat keras dalam latihan. Ini mungkin disebabkan oleh aliran endorfin yang diciptakan oleh latihan yang keras.

Seseorang hanya dapat membayangkan hasil jika latihan beban digabung oleh latihan kixa pada kekuatan fisik yang dicapai.

Bertarung

Walau Kateda adalah seni beladiri yang cukup agresif dengan penekanan yang terlihat pada pendatang baru seperti pertahanan fisik ektrim dalam segala bentuk, pertarungan tidak berperan dalam Beladiri Kateda dibawah sabuk hitam. Murid di atas sabuk hitam melakukan pertarungan dengan mengalirkan Tenaga Dalam ke kaki. Ini dilaksanakan di bawah pengawasan ketat hanya sekali setelah orang tersebut telah mengembangkan mental yang damai dan menunjukkan kontrol terhadap amarah dan agresi. Hanya pada saat ini murid-murid diperbolehkan menggabungkan Tenaga Dalam dan gerakan beladiri.

Grandtraining

Kateda menyelenggarakan Grandtraining, yang berupa acara latihan akhir pekan yang intensif. Melalui ini, murid-murid melaksanakan latihan Tenaga Dalam dan beladiri intensif. Pemegang-tingkat diharapkan mendobrak batas mereka dan tidak tidur, menjalankan latihan Tenaga Dalam dengan sungguh-sungguh yang berguna menghangatkan mereka. Kondisi dibuat begitu dasarnya dan sedikit makanan dibagikan, karena ini hendak menyamakan kondisi keras Tibet dimana Kateda dikembangkan beribu tahun yang lalu.

Buku Kateda

Nasution menulis buku berbahasa Inggris yang berjudul “Kateda” yang dicetak di pertengahan tahun 1980an. Buku ini sekarang sangat jarang ditemukan dan menjelaskan berbagai aspek tenaga dalam, juga meletakkan ide Kekuatan Perdamaian Dunia Baru. Tidak diketahui apakah buku ini adalah terjemahan buku asli yang ditemukan Tagashi atau seberapa asli karya ini.

Cerita Akhir

Pada akhirnya tidak jelas kemana catatan akhir kunci yg telah ditemukan ini, beredar kabar dibawa oleh pasukan Chakra BIrawa. Yg menyebarkan di Minahasa lalu berakhir ditempat persembunyian di Bolaang Monggondow.

Sep 22, 2012

1347683648461817620

Siapa yang tidak cemas kalau melihat anak remaja dan masih berstatus siswa SMP dan SMA mempelajari ilmu kebal? Apa yang sebenarnya mereka cari dengan ilmu kebal itu?


Kamis (13/9), terjadi pembongkaran lokasi yang ditengarai sebagai tempat “mandi kabal” (isitilah populer masyarakat setempat) di Perkebunan Kameya dan Pinawelaan Kakaskasen Tomohon. Lokasi itu dikenal sebagai lokasi Galian C. Pembongkaran itu dilakukan oleh aparat keamanan Kapolsek Tomohon Utara, kerjasama dengan tokoh agama, masyarakat setempat dan pihak Koramil.


lokon malaikat
MANADO, KOMPAS.com - Letusan Gunung Lokon yang terjadi pada Jumat (21/09/2012) pukul 18.10 WITA menyisahkan sebuah fenomena alam yang marak beredar melalui foto di berbagai jejaring media sosial. Awan hasil erupsi yang mengagetkan warga Tomohon dan Manado tersebut berupa sebuah sosok yang menyerupai malaikat.

Bentuk awan tersebut menarik perhatian banyak orang, karena sangat terlihat jelas dari arah Kota Manado. "Bentuknya persis malaikat yang sedang terbang di langit," ujar Hermondo Kasiadi, warga Manado yang juga mahasiswa STIEPAR Manado.

"Mungkin ini merupakan pertanda baik, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kota Manado dan Tomohon yang diberkati terkena bencana yang dahsyat," timpal Sasmitha Handayani yang turut mengabadikan fenomena tersebut melalui kamera selularnya.

Tidak hanya Hermondo dan Sasmitha, hampir semua pengguna gadget yang dilengkapi dengan kamera tidak ketinggalan mengabadikan kejadian tersebut.

"Cuaca kota Manado sedang cerah dan pada jam itu banyak warga yang sedang keluar rumah, jadi letusannya banyak menarik perhatian," ujar Maya Decline.

Foto-foto awan menyerupai sosok malaikat itu sejak Jumat malam hingga Sabtu (22/09/2012) ini marak beredar di berbagai jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, dan juga lewat broadcasting 

Blackberry.
Gunung Lokon di Tomohon pada Jumat (21/09) sempat dua kali meletus, pada pagi hari dan kembali meletus pada sore hari. Letusan kali ini bahkan diakui lebih dahsyat dari letusan yang terjadi pada 2011 lalu. Beberapa daerah disekitar Gunung Lokon dihujani abu vulkanis.
Editor :
Farid Assifa
http://regional.kompas.com/read/2012/09/22/16114720/Rupa.Awan.Erupsi.Lokon.Ini.Hebohkan.Warga.Manado

Sep 3, 2012

Pada waktu sekelompok leluhur masyarakat Bantik asal Selatan tumani dan bermukim di suatu tempat yang bernama Kaho (selokan Tirang) antara Maumbi dan Kairagi, mereka kemudian pindah ke Pogidon Wenang) dan selanjutnya bergerak kearah Utara, dan tumani di Singkil, Bailang, Buha, dan Bengkol. Dalam kelompok ini, terdapat sepasang suami-istri tanpa memiliki keturunan yang pekerjaannya sehari-hari sebagai Balrian Lramo (Walian besar=tukang mengobati secara tradisional).

Suami bernama Tolrombiga dan istrinya bernama Hagi. Keduanya sangat terkenal sebagai ahli pengobatan tradisonal (makatana) apalagi sebagai Biang (bidan yang menunggui dan mengurus kelahiran seorang bayi) yang terkenal di kalangan masyarakat Bantik. Bila ada orang yang datang memanggil Hagi untuk menolong orang melahirkan maka Hagi selalu berkata pada sipemanggil itu: kembalilah lebih dulu dan nanti disusulnya.

Tapi anehnya, Biang Hagi akan selalu tiba lebih dulu sebelum sipemanggil tiba dirumah orang yang akan melahirkan itu. Rupanya suami-istri ini mempunyai banyak sahabat sosok halus sebagai penolong dalam menjalankan tugas mereka sebagai Balrian Lramo.

make up6Pada suatu hari, Hagi kelihatan hamil dan datanglah sosok halus kepada Tolrombiga dan meminta agar, bila anaknya lahir agar anak itu diberikan kepada sosok halus tadi untuk dipeliharanya, sang suami tidak keberatan. Setelah genap usia kandungan Hagi, lahirlah laki-laki yang hanya tangisnya saja yang kedengaran tapi bayinya sudah tidak ada lagi, dan mengertilah sang suami bahwa anaknya sudah dijemput sosok halus tadi.

Akan hal Hagi bila ada orang bertanya mana anaknya maka Hagi menjawab bahwa ia mengalami keguguran (kinadaen) dan bayinya hilang. Konon bayi itu dipelihara sosok halus dengan diberi makan jantung pisang tanduk (sejenis pisang yang buahnya besar-besar, berbentuk tanduk kerbau) oleh sebab itu jika melihat jantung pisang tersebut, keadaan seperti dicakar-cakar kuku, kata orang karena dicakar sosok halus tadi bila membuat makanan bayi tadi. Konon kebiasaan orang Bantik bila ingin melihat makhluk halus, carilah pohon pisang tanduk yang jantungnya hampir keluar dan tunggulah dibawah pohon itu.

Bila sosok halus datang mengambil makananya, niscaya akan bertemu dengan sosok halus, asal berani untuk bertemu menemuinya, apalagi berada dibawah pohon itu dan kedengaranlah tangisan bayi maka pasti akan bertemu dengan sosok halus. Disitulah anda boleh berdialog dengan sosok halus dan boleh memohon atau meminta sesuatu. Sudah tentu sosok halus itu akan mencobai anda lebih dulu setelah anda tahan uji atas cobaan itu barulah pinta anda akan terkabul.

Demikianlah anak itu dipelihara oleh sosok halus sampai menginjak masa remaja umur 18 tahun, lalu dikembalikan kepada ibu-bapanya di Buha dan diberi nama Matansing berasal dari kata Tumansing meloncat tinggi/seperti terbang). Selanjutnya dalam umur 20 tahun, Matansing turut mengambil bagian dalam perang Banten.

Ceritra rakyat tentang Matansing berlangsung pada tahun 1770-an, dimana masyarakat Bantik yang mendiami kawasan Benang (Wenang) dipimpin oleh Kepala Walak Abuthan. Kisah ini terjadi pada jaman kolonialisme Belanda menguasai tanah Minahasa dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Tatkala kepala balak Bantik Abuthan sedang memimpin kelompok masyarakat Bantik di Wenang, tersiarlah berita bagaimana orang-orang Banten di pulau Jawa mengangkat senjata melawan Kompeni Belanda.Huru-hara pemberontakan rakyat Banten sangat menggegerkan Batavia yang waktu itu dipimpin oleh Gubernur-Jenderal Riemsdyk.

Secara masal rakyat Banten mengangkat senjata dan lakukan serangan atas pos-pos tentara kolonialisme di Batavia. Pemerintahan Riemsdyk terganggu karena tentara Belanda jumlahnya sangat kurang dan tidak dapat mengimbangi perjuangan rakyat Banten. Maka pemerintah Belanda di Batavia menyurat pada koleganya di Ternate dan Minahasa untuk meminta bantuan dari warga masyarakat yang ada di sana.

Dijejakilah bantuan dari Ternate dimana di sana juga terdapat sebagian tentara Belanda dan warga setempat dimana mereka diminta datang berkumpul di Pogidon (Wenang) untuk kemudian berangkat bersama ke Pulau Jawa dengan armada laut. Di Minahasa bantuan terutama dikerahkan dari orang-orang Bantik yang berdomisili di Tomohon dan Tondano. Yang di Tondano dipimpin oleh Tonaas Sigaha (Sigar) dan di Tomohon dipimpin oleh Tonaas Dotulong.

Kepala balak Abuthan selaku pemimpin masyarakat Bantik di wilayah Wenang, segera meresponi permintaan kolonial Belanda di Wenang dengan melakukan plakat di beberapa negeri orang Bantik yang terdapat di: Titiwungen, Singkil, Bailang, Buha, Bengkol, Talawaan Bantik, Molas, Meras, Malalayang, dan Bahu. Mereka bersedia dan menyatakan kerelaan untuk mengambil bagian dalam perang Banten tersebut, yang sebetulnya merupakan siasat kaum penjajah untuk mengadu-domba masyarakat pribumi.

Tersebutlah seorang laki-laki bernama Matansing dari negeri Buha datang menghadap kepala balak Abuthan. Setelah Abuthan bertanya perihal kesanggupan dan kebolehannya, maka Matansing menjawab: Ia Po ada tumondo Mabukuan galrete be mabei, age nu pai pinakou” (artinya: kalau saya pergi ke medan laga, selalu kembali dengan kemenangan dan membawa bukti atas kemenangan itu). Dengan demikian Matansing salah seorang pendekar Bantik yang akan berangkat ke pulau Jawa untuk turut berperang membantu Belanda dan bantuan dari Ternate, Minahasa dan Bantik telah musta’id semuanya berkumpul di Wenang dan jumlahnya 3000 (tiga ribu) orang pimpinan bala bantuan itu ialah Tonaas Sigar dan Dotulong yang terkenal sangat pemberani.

Pengaturan persiapan selesai dan pasukan dipersilahkan naik ke kapal untuk berangkat. Selesai diadakan apel maka berlayarlah kapal-kapal itu dengan haluan pertama pulau Manado Tua, tiga hari dalam pelayaran dan pada hari keempat, anehnya..... kapal-kapal itu kembali berlabuh di pelabuhan Wenang. Setiba di pelabuhan Wenang kepada pasukan ditanyakan oleh nahkoda kapal, siapakah di antaranya melupakan sesuatu di rumahnya.

Masing-masing segera berdiri dan mengacungkan tangan sambil mengatakan bahwa sayalah yang melupakan sesuatu itu. Setelah ia melapor untuk pergi sebentar kerumah, waktu itu masih keadaan pagi jam anak-anak pergi sekolah.

Gaiblah ia, hilang dari pandangan mata mereka. Patut diakui oleh orang-orang Bantik karena peninggalan riwayat pedangnya pun masih ada di negeri Bengkol pada cucu, cece, cicit, buyutnya pusaka kesaktian membuktikan ini. Beberapa lama antaranya pada jam makan siang hampir tengah hari tiba-tiba bergetarlah kapal yang tadi-tadinya ditumpangi Matansing yang berada di atas kapal, ditangannya terpegang sebuah bungkusan Kumunou (daun woka) dan sebuah Lrimpudong (sosiru) lalu melaporkan pada nahkoda kapal siap sudah ada di tempat, bertanya Kapten Nahkoda Kapal. Apakah yang kau bawa itu? Jawabnya ini ada tempat makan pinang. Yang terbungkus daun woka itu, perangkat empat sirih pinang sebagai biasanya yang dipakai oleh orang Bantik bila akan makan sirih.

Keberadaan kembali Matansing di atas kapal, berarti saat keberangkatan sudah tiba. Maka berangkatlah armada Belanda dan bala bantuan itu.
 
Angin kencang dari belakang menyebabkan layar kapal-kapal itu berkembang dengan megah. Semalam-malaman, siang dan paginya mereka berlayar dan tiba di pelabuhan Donggala pagi hari. Kapal-kapal berlabuh untuk mengambil air minum (air tawar) di darat. Setelah diketahui oleh Matansing bahwa maksud kapal-kapal itu singgah di pelabuhan Donggala hanya karena untuk mengambil air tawar, maka turunlah Matansing melalui tangga kapal dengan membawa nyiru yang dibawanya dari rumah tadi. Dikoyakkannya bagian dalam nyiru itu dan dicelupkannya bagian kaki dalam nyiru ajaib itu yang tinggal lingkaran rotan bagian luarnya saja. Maka terjadilah keanehan di pelabuhan Donggala! Air laut dalam lingkaran rotan itu menjadi air tawar. Ramailah seluruh petugas kapal menimba air tawar untuk mengisi tong pada kapal masing-masing, sesuai kebutuhan dari lingkaran rotan ajaib itu. Pelayaran dilanjutkan beberapa lama, dalam pelayaran masuklah mereka di pelabuhan Serang (Banten) dengan selamat dan berkat.
 
Pada saat itu pelabuhan Banten bergelora sangat hebatnya sehingga pendaratan dilakukan dengan menggunakan sekoci-sekoci pendarat. Oleh karena di darat telah berjaga-jaga pasukan Banten, maka perang besar tak terelakan lagi. Serta merta perang besar terus berkecamuk dan berkobar sangat hebatnya. Bunyi tembakan, tetakan pedang, baku potong dan baku bunuh sudah tak terkendalikan lagi. Bagian perang yang dahsyat berlangsung antara tahun 1775-1780. Bagaimana dengan Matansing, ia ketinggalan dan masih berada di atas kapal, ia menjadi gelisah, hilir mudik di atas kapal.
 
Ia segera mengambil keputusan dengan berdiri siap masuk ke mulut meriam kapal. Tatkala meriam berdantum dengan arah tembakan kedarat......... gaiblah pula ia pada saat genting itu.

Alkisah menurut cerita ia melayang bersama peluru meriam tadi, terbang dan jatuh di atas mahligani istana tempat bersemayam Raja Banten, sesampai di istana Matansing menjumpai pengawal Raja Banten yaitu tujuh orang laki-laki bermuka sangat menyeramkan mempunyai anting atau bertopeng seperti babi hutan besar, jadi Matansing harus berhadapan lebih dulu dengan para pengawal itu sebelum tiba pada Raja.

Pada saat itu melayanglah Matansing ke atas pohon aren dan duduk di atas pelepahnya hingga bergegerlah bumi karena tumbangnya pohon itu. Semuanya lalu menjadi gempar. Dari situ ia melayang ke pohon padi lalu duduk diatas butir buahnya berayun-ayun bersama tiupan angin. Selesai berayun di atas pohon padi itu sambil menyenangkan hatinya, melompatlah ia langsung berhadapan dengan ketujuh pendekar itu dan terjadilah perang satu lawan tujuh dengan seru dan seramnya. Matansing bertarung sambil melayang kian kemari di udara. Konon, pada akhirnya tewaslah ketujuh pengawal Raja tadi, terpisah kepala mereka dari badannya masing-masing.
 
Matansing segera menuju kepada Raja Banten didapatinya Raja sedang tidur nyenyak di tempat peraduannya. Tatkala Raja membuka mata, alangkah terkejutnya Raja dengan segera Matansing mencabut pedangnya dan tombak diayunkan sekali tepat kena leher Raja. Maka tewaslah Raja pada saat itu juga. Sebagai bukti kemenangan oleh Matansing kumis dan janggutnya serta kuku Raja, dikeratnya dan diambilnya untuk dibawah pulang. Selesai mengambil barang bukti itu, Matansing gaiblah dari kamar peraduan sang Raja itu. Tiba diluarnya dilihatnya ternyata perang telah berakhir.
Laskar Banten kalah dan Belanda menang.

Pendekar Sigar diberi pangkat Mayor dan pendekar Dotulong diberi pangkat Letnan-Kolonel lengkap dengan senjata dan pakaian kebesaran. Mereka yang masih hidup kembali ke Wenang setelah menjalankan tugas membantu Belanda berperang dengan Banten. Sebagaimana kita pelajari dari sejarah, bahwa perang Banten itu di kobarkan oleh KYAI TAPA dan Ratu Bagus Buang dan diteruskan oleh Sultan Abdul Nazar, Muhammad Arif, Zainul Asyikin tahun 1752-1780 Adapun cerita Ambon bahwa yang turut berperang dan mengalahkan Raja Banten adalah Kapitan Jongker yang namanya termasyur itu.
 
Kembali tentang Matansing sesampainya di Wenang ia langsung menghadap Kepala Balak Abuthan dan melaporkan kemenangannya sambil membawa bukti berupa janggut, kumis, serta kuku Raja yang dikalahnya sebagaimana yang telah diceritakan tadi. Percayalah Abuthan atas kebolehan Matansing, ia dibawa oleh Abuthan menghadap Residen TANROLF. Oleh Residen Tanrolf, Matansing diberi hadiah dan piagam ditulis atas kertas kulit yang berbunyi: selama penjajahan Belanda di Minahasa, maka anak-cucu dari keturunannya bebas dari pungutan uang sekolah kalau mereka bersekolah.

Kemudian Matansing kembali sebagai petani dan berkebun di antara negeri Singkil dan Buha (disuatu tempat yang disebut kelapa lima). Sekali peristiwa datanglah seorang putra Raja Sulawesi Selatan, Bugis bernama anak Raja HASSANUDDIN menumpang kora-kora bersama anak buahnya. Ia datang memamerkan ketangkasan, kesaktian dan keajaibannya dan ingin mencari lawan, siapa kalangan di Utara Sulawesi ini yang sanggup menandinginya. Untuk menguji kesaktiannya diwujudkan dalam mengadu ayam sabungan.

Maka kedatanganlah berita kedatangan tamu-tamu ini kepada Matansing yang segera ingin dengan mengadu ayam sabungan lebih dahulu. Ayam sabungan anak Raja Bugis berbulu hitam berkaki hitam sedangkan ayam jago milik Matansing berbulu putih sampai kakinya. Persabungan yang seru dimulai dan semua orang Bantik datang menonton
.
Begitu serangan kedua ayam sabungan itu bersiaga dan akhirnya…….. menanglah ayam sabungan milik Matansing. Putra Raja dari Sulawesi Selatan berseru: “Ayam sabungannya yang kalah belum tentu orangnya kalah” Matansing naik dan keduanya menyiapkan diri untuk bertarung, duel maut satu lawan satu keduanya bermufakat dan tempat yang akan dijadikan arena laga ialah lembah diantara gunung Bantik dan gunung Tumpa (Tumumpa). Karena keduanya sama saktinya maka duel maut itu banyak berlangsung di udara. Sama hebat, sama cerdik, dan sama jago.

Alkisah maka terbanglah Matansing awan gunung Bantik dan putra Raja Bugis terbang pula dari gunung Tumpa, lalu sesaat kemudian duel udara yang serupun berlangsung. Pertarungan babak pertama selelsai karena mereka beristirahat. Kemudian dilanjutkan dengan pergantian tempat. Duel maut babakan kedua dimulai, Matansing melayang terbang melalui gunung Tumpa dan lawannya sebagai anak panah lepas dari busurnya melayang dari gunung Bantik, Matansing yang melihat musuhnya sangat sukar dikalahkan itu, setiba bertukaran tempat di Tumpa, lalu mengambil tali hutan (”bahahing”) untuk dibuat jerat. Tali buatan itu dilemparkan Matansing ke arah musuhnya dan terjeratlah di leher putra Raja itu sekaligus tergantunglah di udara, maka Matansing mengambil parangnya dan memancung leher musuhnya.
 
Badannya jatuh ke Bumi, disusul dengan kepalanya yang masih terikat dengan tali hutan tadi. Melihat musuhnya telah kalah, Matansing mengambil mayat musuhnya lalu diterbangkan ke kebunnya di kelapa lima. Disana mayat itu dikuburkan Matansing lalu ditandai dengan ditanamkannya di tempat itu lima pohon kelapa, sehingga tempat itu biasa disebut ”kelapa lima”.

Hingga muat riwayat ini ditulis, diantaranya negeri Singkil dan Buha terdapat kelapa Matansing (tempat tersebut disebut kelapa lima) kelapanya memang sudah tidak ada lagi, tetapi tanah dan bekasnya masih ada. Tahun demi tahun berlalu sampai Matansing telah berusia tua, ia mulai jatuh sakit di negeri Buha, tetapi bila ada orang datang menjenguknya, kadangnya tidak diketemukan hanya tempat tidurnya saja. Lama-kelamaan, pada saat mautnya tiba, hilanglah ia entah kemana tak diketahui rimbanya. Ia pergi dan tak seorangpun mengetahuinya.

Kata orang, ia kembali ke Kayangan sebagaimana cerita kita pada bagian-bagian lain, seperti kisah negeri Balruda itu. Pedang dan tombak milik Matansing, masih ada di negeri Bantik. Demikianlah riwayat Matansing yang menurut tutur orang ia menjelma menjadi dewa, sedang tutur orang lain ia menjelma menjadi jin atau makhluk halus. Untuk lebih melengkapi riwayat tentang Matansing alangkah baiknya kalau diutarakan pula disini sedikit tentang asal-usul dan siapakah Matansing yang mengemarakan sejarah anak suku Bantik. (dikisahkan kembali oleh J. Koapaha, edited Jeldy Tontey)

Jul 15, 2012

be060298zz2

Suku
Abui, Barue
Abun, Karon Pantai
Aceh
Adang
Adonara
Aghu
Aikwakai, Sikaritai
Airoran, Adora
Aiso, Kais
Aji
Alas
Alorese
Alune, Sapalewa
Amahei
Amanab
Amarasi
Ambai
Ambelau
Amber, Waigeo
Amberbaken, Dekwambre
Ambonese
Americans, U.S.
Ampanang
Anakalangu
Andio, Masama
Aneuk Jamee
Ansus
Anus
Arab, generic
Aralle-Tabulahan
Arandai, Jaban
Arguni
As
Asienara, Buruwai
Asilulu
Asmat, Casuarina Coast
Asmat, Central
Asmat, Northern
Asmat, Yaosakor
Auye
Awbono
Awera
Awyi, Awye
Awyu, Jair
Awyu, Nohon
Awyu, South
Ayamaru, Brat
Babar, North
Babar, Southeast
Baburiwa, Barua
Badui
Baduy
Bagusa
Baham, Patimuni
Bahau
Bahonsuai
Bajau
Bakumpai
Balaesan
Balantak
Baliaga, Highland Bali
Balinese
Bambam, Pitu Ulunna Salu
Banda, Eli-Elat
Banggai
Bangka
Banjar
Bantik
Bapu
Barakai, Workai
Barapasi
Baras
Basap, Bulungan
Baso
Batak Angkola
Batak Dairi
Batak Karo
Batak Pakpak
Batak Simalungun, Batta
Batak, Silindung
Batak, Toba
Bati
Batu, Nias
Batui
Bauri, Bauzi
Bawean
Bayono
Bedoanas
Behoa, Bada
Beketan, Bakatan
Belagar, Tereweng
Belide
Belitung
Bengkulu
Bengoi, Isal
Bentong
Berau
Berik
Besemah
Betaf
Betawi
Biak, Numfor
Biga
Biksi
Bilba
Bintauna
Biritai
Boano
Bobongko
Bobot, Atiahu
Bolango
Bolano
Bolongan
Bonefa, Nisa
Bonerate
Bonerif
Bonfia, Masiwang
Bonggo, Armopa
Borai
British
Budong-Budong, Tangkou
Bugis
Bukar Sadong, Tebakang
Bukat
Bukit
Bulango, Bulanga-Uki
Buli
Bunak, Mare
Bungku
Buol
Burate
Buru, Boeroe
Burusu
Busami
Busoa
Campalagian
Cia-Cia, South Butonese
Citak Asmat, Cicak
Citak, Tamnin
Dabe
Dai
Dakka
Damal, Amung
Damar, East
Damar, West
Dampelas
Dani, Lower Grand Valley
Dani, Mid Grand Valley
Dani, Upper Grand Valley
Dani, Western
Dao
Davelor, Dawera-Daweloor
Daya
Dayak, Dohoi Ot Danum
Dayak, Kaninjal
Dayak, Kendayan
Dayak, Lawangan
Dayak, Maanyak, Ma'anyan
Dayak, Malayic
Dayak, Ngaju, Biadju
Dayak, Pasir
Dayak, Taman
Dayak, Tawoyan
Dayak, Tidung
Dayak, Tunjung
Deaf
Dela-Oenale
Dem
Demisa
Demta
Dengka
Diuwe
Dobel, Kobroor
Dondo
Dou, Edopi
Duano
Dubu
Duri
Duriankere
Dusan, Kwijau
Dusun Deyah
Dusun Malang
Dusun Witu
Dutch
Duvele, Duvre
Eipomek
Ekagi, Ekari
Elpaputi
Embaloh, Mbaloh
Emplawas
Emumu, Emem
Ende, Endehnese
Engganese
Enim
Enrekang, Maiwa
Erokwanas
Fayu
Filipino, Tagalog
Fordat, Fordate
French
Fuau
Galela, Halmahera
Gamkonora
Gane
Gayo
Gebe, Umera
German
Geser-Gorom
Gilika
Goliath, Oranje-Gebergte
Gorap
Gorontalo
Gresi
Hahutan, Iliun
Hamap
Han Chinese, Cantonese
Han Chinese, Hakka
Han Chinese, Mandarin
Han Chinese, Min Dong
Han Chinese, Min Nan
Haruku
Hatam, Tinam
Helong
Hindi
Hitu
Horuru
Huaulu
Hupla
Iban
Ibu
Iha, Kapaur
Ile Ape
Iliwaki, Talur
Imroing
Inanwatan, Suabo
Indonesian
Irahutu, Irutu
Iresim
Iria
Isirawa, Saberi
Itik, Borto
Jahalatane, Atamanu
Jambi
Japanese
Java Banten
Java Banyumasan
Java Mancanegari
Java Negarigung
Java Osing, Banyuwangi
Java Pesisir Kulon
Java Pesisir Lor
Java Serang
Javanese
Jew, Indonesian
Jofotek-Bromnya
Kabola, Pintumbang
Kaburi
Kadai
Kafoa
Kaibubu
Kaidipang
Kaili Ledo
Kaili Unde
Kaili Unde, Daa
Kaimbulawa
Kaiwai, Adi
Kalabra
Kalao
Kaledupa
Kalumpang, Makki
Kamaru
Kamberataro, Dera
Kamoro, Kamora
Kamtuk, Kemtuk
Kangean
Kanum
Kanum, Smarky
Kanum, Sota
Kapauri
Kaptiau
Karas
Karon Dori, Meon
Kau, Kao
Kaugat, Atohwaim
Kaur
Kaure
Kauwerawec
Kawe
Kayan, Busang
Kayan, Kayan River
Kayan, Mahakam
Kayan, Mendalam
Kayan, Wahau
Kaygir, Kayagar
Kayu Agung
Kayupulau
Kedang
Keder
Kehu
Kei, Tanimbarese
Kelabit
Kelong, Panggar
Kemak
Kemberano
Kenyah, Bahau River
Kenyah, Kayan River
Kenyah, Kelinyau
Kenyah, Mahakam
Kenyah, Upper Baram
Kenyah, Wahau
Keo
Kepoq
Kerei, Karey
Kerinci
Ketum
Kikim
Kimaghima
Kioko
Kirira, Kirikiri
Kluet
Koba
Kodeoha
Kodi
Kofei
Kohin
Kokoda, Samalek
Kola
Kolana-Wersin, Alorese
Kombai
Komering
Komfana
Komodo
Komyandaret
Konda
Koneraw
Konjo Coastal
Konjo Pegunungan
Korapun, Kimyal
Korapun-Sela
Koroni
Korowai
Kosare, Kosadle
Kota Bangun Kutai
Kotogut
Kubu, Orang Darat
Kui, Kui-Kramang
Kulawi, Moma
Kulisusu
Kumberaha
Kupang
Kupel, Ketengban
Kur
Kurima
Kurudu
Kutai
Kwansu
Kware
Kwerba, Airmati
Kwerisa, Taogwe
Kwesten
Kwinsu
Laha, Central Ambonese
Laiyola, Barang-Barang
Lamaholot, Solorese
Lamalera
Lamatuka
Lamboya
Lamma
Lampung Abung
Lampung Pesisir
Lampung Pubian
Lampung Sungkai
Lampung Way Kanan
Land Dayak
Land Dayak, Bekati
Land Dayak, Benyadu
Land Dayak, Biatah
Land Dayak, Djongkang
Land Dayak, Kembayan
Land Dayak, Lara
Land Dayak, Ribun
Land Dayak, Sanggau
Land Dayak, Semandang
Larike-Wakasihu
Lasalimu
Latu
Laudje
Laura
Leboni, Rampi
Legenyem
Lematang
Lembak
Lembata, West
Lemolang
Lepki
Leti
Levuka
Lewo Eleng
Li'o, Lionese
Liabuku
Liana
Liki
Linduan
Lintang
Lisabata-Nuniali
Lisela
Lola, Warabal
Lolak
Lole
Loloan-Malay Bali
Loloda, North
Loloda, South, Laba
Lom, Maporese
Lonchong, Orang Laut
Lorang
Loun
Luang, Letri Lgona
Lubu
Luhu, Kelang
Lundayeh, Lun Bawang
Luwu
Ma'ya, Salawati
Maba, Bitjoli
Maden, Sapran
Madole
Madura
Mairasi, Faranyao
Mairiri
Maiwa
Makassar
Makian Barat
Makian Timur
Maklew
Malay
Malay, Bacanese
Malay, Banda
Malay, Ketapang
Malay, Larantuka, Ende
Malay, North Moluccan
Malay, Papuan
Malay, Pontianak
Malay, Riau
Malay, Sambas
Malay, Sumatera Utara
Malimpung
Mamak, Talang
Mamasa, Mamasa Toraja
Mamasa, Southern, Pattae'
Mamboru
Mamuju
Mandailing
Mandar
Mander, Foya
Mandobo Atas
Mandobo Bawah
Manem, Jeti
Manggarai
Mangole
Manikion, Mantion
Manipa, Soow Huhelia
Manusela, Wahai
Marau
Marengge
Marind, Bian
Marind, Southeast Marind
Masela, Central
Masela, East
Masela, West
Masimasi
Massep
Matbat
Mawes
Mbojo
Meax, Mejah
Mekwei, Menggwei
Menadonese
Meninggo, Moskona
Mentawaian, Siberut
Meoswar
Mer
Minangkabau, Padang
Modang
Moi, Mosana
Molof
Mombum
Momina
Mongondow
Moni, Jonggunu
Mor
Moraid
Morari, Moraori
Mori Atas, West
Mori Bawah, East
Mori, South, Padoe
Moronene, Maronene
Morop, Iwur
Morwap
Mualang
Muko-Muko
Muna
Munggui
Murkim
Murut, Okolod
Murut, Selungai
Murut, Sembakung
Murut, Tagal, North Borneo Murut
Musi
Muyu, North
Muyu, South
Nabi
Nafri
Nage
Nakai
Naltya, Nalca
Napu
Narau
Nasal
Ndaonese
Ndom
Nduga, Dawa
Nedebang
Ngada
Ngada, Eastern
Ngalik, South
Ngalum, Sibil
Nggem
Niassan, Nias
Nila
Nimboran
Ninggerum, Kativa
Nipsan
Nobuk
Nuaulu, North
Nuaulu, South
Nusa Laut
Obokuitai
Ogan
Oirata
Onin, Sepa
Ormu
Pago, Pagu
Paku
Palembang
Palue
Pamona, Poso Toraja
Panasuan, To Pamosean
Pancana
Pannei
Papasena
Papuma
Pasemah
Patani-Maba
Paulohi
Pauwi, Yoke
Pegagan
Pekal
Pendau, Umalasa
Penesak
Penghulu
Penihing, Aoheng
Perai
Pisa, Awyu
Podena
Pom
Ponasakan
Punan Aput
Punan Bungan, Hovongan
Punan Keriau, Kereho-Uheng
Punan Merah
Punan Merap
Punan Tubu
Puragi
Putoh
Pyu
Rahambuu
Rajong
Rambang
Ranau
Rasawa
Ratahan, Bentenan
Rawas
Rejang
Rembong
Retta
Riantana
Ringgou
Riung
Roma
Ron
Rongga
Rongkong
Rotinese, Tii
Sa'ban, Saban
Sabu, Havunese
Sahu, Sau
Sajau Basap
Salas, Liambata
Saleman, Hatue
Saluan, Coastal
Saluan, Kahimamahon
Samarkena, Tamaja
Sangir, Great Sangir
Sangir, Siau
Sangir, Tagulandang
Saparua
Sara
Sarudu
Sasak
Sasawa
Sauri
Sause
Sawai
Saweru
Sawila
Sawuy
Seberuang
Sedoa, Tawaelia
Segai
Seget
Seit-Kaitetu
Sekar
Seko Padang, Wono
Seko Tengah, Pewanean
Selaru
Selayar, Salajarese
Seluwasan
Semendo
Semimi, Etna Bay
Sempan
Senggi
Sentani, Buyaka
Serawai
Serili
Serua
Serui-Laut
Siagha-Yenimu, Oser
Siang
Sikhule, Lekon
Sikkanese
Simeulue
Simeulue Barat
Sindang Kelingi
Singkil
So'a
Sobei, Biga
Somahai, Sumohai
Sowanda, Wanja
Straits Chinese, Peranakan
Sukubatong, Kimki
Sula
Sumba
Sumbawa
Sunda
Suwawa
Tabaru
Tae', Toraja
Taikat
Taje, Petapa
Tajio, Kasimbar
Talaud
Taliabo-Mangei
Talondo
Taluki
Tamagario, Buru
Tamiang
Tamilouw, Sepa
Tanahmerah, Sumeri
Tangko
Tanglapui
Taori-Kei, Kaiy
Taori-So, Doutai
Tarangan, East
Tarangan, West
Tarpia
Tarunggare, Turunggare
Taurap, Burmeso
Tause
Tausug, Joloano Sulu
Taworta, Dabra
Te'un
Tefaro
Tehit, Tahit
Tela-Masbuar
Teluti, Silen
Tengger
Teor
Tepera, Tanahmerah
Tereweng
Termanu, Rotti
Ternate
Tetum
Tewa, Lebang
Tidore
Timorese, Atoni
Toala, East Toraja
Tobada, Bada
Tobelo
Tofamna
Tokuni
Tolaki, Asera
Tolaki, Konawe
Tolaki, Laiwui
Tolaki, Mekongga
Tolaki, Wiwirano
Toli-Toli
Tomadino
Tombelala
Tombulu Menadonese
Tomini
Tondanou, Tolour
Tonsawang
Tonsea
Topoiyo
Toraja-Sa'dan, South Toraja
Tountemboan
Towei
Trimuris
Tugun
Tugutil, Teluk Lili
Tulehu, Northeast Ambonese
Tumawo, Sko
Turks
Turu, Urundi
Tutunohan, Aputai
Ujir
Ulumanda
Uma, Pipikoro
Umalung
Uria, Warpu
Uruangnirin
Usku
Vanimo, Manimo
Vitou
Wabo, Woriasi
Wae Rana
Waioli, Wajoli
Wakatobi
Wakde
Walak, Lower Pyramid
Wambon
Wanam, Yale
Wandamen, Bentoeni
Wanggom
Wano
Wanukaka
Warembori
Wares
Waris
Warkay-Bipim
Waropen, Wonti
Waru
Watubela, Wesi
Watulai, Batuley
Wauyai
Wawonii
Wemale, North
Wemale, South
Weretai, Wari
Wewewa
Wodani
Woi
Woisika, Kamang
Wokam, Wamar
Wolio
Wotu
Wutung, Sangke
Yafi, Jafi Wagarindem
Yahadian, Nerigo
Yair
Yali, Angguruk
Yali, Ninia
Yaly, Pass Valley
Yamdena, Jamden
Yamna
Yaqay, Sohur
Yarsun
Yaur
Yava, Yapanani
Yei
Yelmek, Jab
Yeretuar
Yetfa
Yotafa, Tobati
Yotowawa, Kisar

Apr 13, 2012

sampukongKelenteng Sam Poo Kong semakin megah. Tampilannya pun tentu akan semakin mentereng jika saja pintu gerbang bagian tengah di atas kompleks seluas 3,2 hektare lebih itu, pada tahun 2012 ini, selesai dikerjakan.

Patung Sam Poo Kong makin terlihat gagah di sudut lapangan terbuka. Patung dengan berat empat ton terbuat dari bahan dasar perunggu, dengan tinggi 10 meter, dari China itu makin terlihat mewah menghiasi seluruh bangunan di kompleks kelenteng tersebut. Patung ini merupakan sumbangan seorang warga guna melengkapi kelenteng Sam Poo Kong.

Sam Poo Kong adalah tokoh legendaris dari China yang memiliki nama lain Laksamana Cheng Hoo yang beragama Islam. Cheng Hoo sering  memimpin kunjungan muhibah ke berbagai negara dan mengembangkan hubungan perdagangan, budaya, penyebaran agama dan berbagai bidang lainnya.
Laksamana yang berasal dari Provinsi Yunan, China Selatan pada kejayaan Dinasti Ming itu pernah melakukan kunjungan keliling dunia sebanyak tujuh kali.

Ekspedisinya ke wilayah timur, barat dan selatan. Termasuk ke Pulau Jawa pertama kali pada tahun 1405 dan kedua pada tahun 1416. Pada kunjungan keduanya di Pulau Jawa, kapalnya mengalami musibah. Kandas di Pantai Simongan, sekitar pantai Semarang. Di pantai itulah Cheng Hoo atau Sam Poo Kong beristirahat.

Lantas, pada tahun 1724, warga etnis China Semarang membangun kelenteng Sam Poo Kong sebagai ungkapan menghormati San Poo Kong yang pernah datang ke wilayah pantai tersebut. Terlebih Sam Poo Kong merupakan seorang tokoh, dengan segala keberanian dan kepercayaan dari raja, mampu menggerakkan seluruh potensi anak buahnya untuk berinteraksi mengembangkan perdagangan, meningkatkan hubungan budaya termasuk agama.

Lantas, bangunan apa saja yang ada di kawasan kompleks Kelenteng Sam Poo Kong itu?
Pertama bangunan berupa Pemujaan Dewa Bumi ¿Hook Tik Ching Shin atau Toa Pekong. Kedua, Makam Juru Mudi Wang Ching Hong atau Dampu Awang. Ketiga Goa Suci Sam Poo Kong yang dahulu digunakan sebagai tempat beristirahat Laksamana Cheng Ho. Tempat ini merupakan bagian dari bagunan utama.

Terakhir, keempat, adalah Kiai Jangkar yang merupakan benda peninggalan kapal Laksamana Cheng Ho. Bangunan lain adalah tempat Nabi Kong Hu Tju, akhli filsafat. Juga ada bangunan arwah Hapeng, atau tempat kediaman arwah. Kemudian makam juru masak atau mbah Kiai dan Nyai Tumpeng. Benda peninggalan yang hingga kini masih terpelihara di antaranya Jangkar kapal, Goa Suci dan Pohon Rantai.

Semua golongan
Meski bangunan kelenteng tersebut dikerjakan etnis China, hal itu bukan berarti kalangan dari etnis dibatasi untuk mengunjungi wilayah yang pernah disinggahi Laksamana Cheng Hoo. Banyak tamu dari berbagai mancanegara, dari berbagai golongan agama berziarah ke kelenteng Sam Poo Kong.
Sam Poo Kong atau dapat juga diartikan sebagai embah, leluhur, atau orang yang dituakan. Lantaran begitu besarnya Cheng Hoo dihormati, maka tak heran ia pun diberi gelar Sam Poo thai Chin (ia merupakan seorang laksamana).

Gelar lainnya adalah Sam Poo Thai Kham (ia dikebiri, tidak nikah, kasim). Juga memperoleh gelar Sam Poo Taren (atau ia sebagai orang besar: jabatan maupun kepiawaiannya).

Terkait dengan kebesarannya itulah maka setiap upacara Sen Jit atau ulang tahun kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Pulau Jawa dilakukan upacara khusus. Upacara itu berkisar pada bulan Juli sampai Agustus menurut kalender masehi. Jika menggunakan kalender Tingkok tetap pada Lakque Ji Kaw atau tanggal 29 bulan enam kalender China.

Di luar itu, setiap malam Jumat kliwon atau Selasa kliwon, kelenteng tersebut banyak dikunjugi umat untuk berziarah. "Yang datang, tak terbatas pada umat Kong Hu Chu saja. Umat Islam pun banyak berziarah," kata Ratman, pemandu wisata Kelenteng Sam Poo Kong yang sudah lebih dari 30 tahun.
Ratman menuturkan, banyaknya umat dari berbagai agama ke kelenteng itu karena memang nama besar Laksamana Cheng Hoo yang melegenda. Para sesepuh etnis China di Semarang, seperti mbah Hook, mbah Tong dan mbah Mari, pernah bercerita bahwa kedatangan Cheng Hoo ke Semarang telah banyak membawah pengaruh dan perubahan bagi warga setempat.

Kehidupan sosial, termasuk bidang kultural dan keagamaan, terasa lebih harmonis. Karena itu, tatkala Kelenteng Sam Poo Kong terkena banjir rob, pada 1990-an, Yayasan Sam Poo Kong yang dipimpin Ir. Priambudi memperbaiki kompleks tersebut. Seluruh bangunan diperbaiki tanpa menghilangkan ciri khasnya.

Dalam berbagai literatur memang disebutkan Klenteng Sam Poo Kong terkenal hingga ke mancanegara. Pemerintah China pun menetapkan sebagai tujuan wisata bagi pelancong asal negeri tirai bambu itu.

Yang menarik, banyak warga muslim China dari Provinsi Yunan sangat mengenal baik dan menyakini bahwa Laksamana Cheng Hoo sebagai panglima perang keturunan Persia memiliki latar belakang Muslim.

Hal ini makin meneguhkan keyakinan bagi warga etnis China di Jawa jika menyaksikan Masjid Cheng Hoo Surabaya. Masjid bernuansa Muslim China berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya.

Masjid ini didirikan atas prakarsa para sespuh, penasehat, pengurus PITI, dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya.
Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan 10 Maret 2002 dan baru diresmikan pada 13 Oktober 2002.

Masjid Cheng Hoo, atau juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya, ialah bangunan masjid yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Gedung ini terletak di areal komplek gedung serba guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam) Jawa Timur Jalan Gading No.2 (Belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa), Surabaya.

Masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.

Selain Surabaya, di Palembang juga telah ada masjid serupa dengan nama Masjid Cheng Hoo Palembang atau Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang.

Menyaksikan bangunan Kelenteng Sam Poo Kong, Masjid Cheng Hoo di Surabaya dan Palembang, sesungguhnya merupakan inspirasi bagi umat akan pentingnya kerukunan di bumi pertiwi ini.

Ternyata anak bangsa ini telah menaruh perhatian besar bahwa Cheng Hoo atau Sam Poo Kong telah membawa perubahan besar bagi hubungan antarnegara melalui budaya, agama, sosial dan politik.

Apr 3, 2012

Waruga Minahasa

0 comments
DSC04065
Cerita berikut ini yang beredar di masyarakat lewat cerita mitologi dari mulut kemulut

Pembuatan waruga dimulai tahun 1600 versi sejarah, Jauh sebelum tahun pembuatan waruga orang tua/leluhur dpt membuat waruga dari DAMATO atau Batu Gunung tanpa menggunakan yg namanya Pahat atau alat modern lain. Sedang batu dapat dorang ukir cuma memakai tangan. 9 Dotu Pinaesaan Samuanya ada Waruga kecuali Sang Dewa Air Putri Wailan Karema waruga Karema di duga di Kota menara tapi belum di temukan ada waruganya tapi tdk dipublikasikan.

Maka Sejarah Asli Minahasa akan TERBUKA termasuk WARUGA Dotu Puser Ing Tanah Banua Minahasa REMUS WURI.

Orang Minahasa mengenal dua kali pemakaman, yang pertama jenazah dimakamkan dalam Kotak Petih Kayu disebut “ Walongsong “ diletakan di hutan kemudian tulang belulangnya dicuci di sungai dan dimasukkan dalam Kotak Kayu kecil lalu disimpan di (loteng) rumah.

Cara ini masih di Ikuti oleh suku-suku yg asalnya dari Minahasa seperti suku Dayak, Papua, Ambon, dll

WARUGA DOTU TOAR & LUMIMUUT 10 Tahun lalu terbenam dlm tanah dgn kedalaman 3 meter tdk ada satupun TONAAS di sulut yg tau keberadaan Waruga Dotu Toar cuma 2 orang TITISAN atau yang di Pilih Langsung Oleh Orang Tua/Dotu.

''WALONGSONG'' Masih kalah Tua dgn yang namanya ''MANUSIA BOTOL'' tinggi dan panjang cuma 20 cm dan tubuhnya pun lomboh seperti kapas yang mendiami ''TANAH MALESUNG'' dan merekapun masih kalah tua dgn DEWA TANA'KARENGAN.

Penguasa Tanah MALESUNG hidup & Menetap Didlm Tanah. Tidak berbapa & tidak beribu sama seperti Sang DEWA AIR ''Putri Wailan Karema Dan Imam Besar ''MELKISEDEK'' Yang tidak berbapa dan beriibu.
Benjamin Sigar

Silsilah Keluarga Besar Sigar di Langowan Menurut Mantan Hukum Tua Bastiaan Bartholomeus Sigar

Maka deri teteh Rambian soedah djadi kapala district Langowang peranaklah ija,

Tabalujan soedah djadi kapala district dan peranaklah ija,

Korúa soedah djadi kapala district dan peranaklah ija ,
... Gerúng soedah djadi kapala district dan peranaklah ija,
Pangerapan parampoewan berlaki Pangalila peranaklah ija ,
Porongkaú parampúwan berlaki Sigar tiada pangkat dan peranaklah ija,
B.T. Sigar soedah djadi kapala district dan per- anaklah ija, Bastiaan Bartholomeus Sigar soedah djadi Hoekoem toewah negerij Amongena district Langowang; dan L.R. Sigar majoor jang mintah berhenti . –
Deri sebelah iboe istrij deri bapakoe B T. Sigar bernama Mariana Ratúmbúisan ada bangsa deri teteh Karewúr kapala district Tondano Toulian Toulimambot peranaklah ija,
dan seterusnya.....

Mar 11, 2012

TAKAN KUGADAI (Kiriman Angli Pangau)
20 Mei 2010
Identitas diri memungkinkan kita tuk dapat dikenali asal usulnya oleh orang lain..
Selaku tuan rumah di negri sendiri tentulah akan wajar marah, ketika apa yg menjadi kebanggaannya selama ini dilecehkan oleh orang lain.. apalagi yg melecehkan itu justru datangnya dari seseorang yg cuma datang bertamu di negri kita...
Sungguh sangat memiriskan rasa,apa yg telah kita beri sebagai wujud rasa hormat kita sebagai tuan rumah yg santun terhadap sang tamunya ,hal itu sedikitpun tak dihargai oleh tamunya.....
Dimanakah identitas ke banggaan dan kehormatan serta harga diri kita selaku tuan rumah,yg selama ini kita banggakan sebagai warisan luhur dari para leluhur kita yg tak terpisahkan selaku TOU MINAHASA... Bukankan MANGGUNI telah menjadi ciri dari Identitas kita selaku TOU MINAHASA yg merupakan pengikat persaudaraan sebagai anak cucu dari TOAR LUMIMUUT di tanah Malesung ini....
Takan pernah KUGADAIKAN JATI DIRINYA......SEKALI MANGUNI TETAP MANGUNI....Pergilah dan keluarlah wahai engkau tamu yang tak tau diri dari tanah leluhur kami...engkau tidak layak menjadi pemimpin kami...tindakan pelecehan dan penhinaanmu pantas lah engkau terusir jauh dari hadapan kami...henyahlah engkau.....

Contact:

Manado
Cliff: 0813 310 31303

Mar 4, 2012

manguni
Negara : Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Provinsi : Sulawesi Utara (Sulut)
Kota/Kabupaten : Minahasa

1. Kecamatan Eris
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Eris di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Eris (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Maumbi (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Ranomerut (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Tandengan (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Telap (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Touliang Oki (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Watumea (Kodepos : 95683)

2. Kecamatan Kakas
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kakas di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Bukittinggi (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Kalawiran (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Kaweng (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Kayuwatu (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Pahaleten (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Panasen (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Paslaten (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Passo (Paso) (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Rinondor (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Sendangan (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Simbel (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Talikuran (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Totolan (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Touliang (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Toulimembet (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Tounelet (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Tountimomor (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Wailang (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Wasian (Kodepos : 95682)
- Kelurahan/Desa Wineru (Kodepos : 95682)

3. Kecamatan Kawangkoan
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kawangkoan di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Kanonang Dua (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Kanonang Satu (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Kayuum (Kayuuwi) (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Kiawa Dua (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Kiawa Satu (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Kinali (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Ranolambot (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Sendangan (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Talikuran (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Tombasian Atas (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Tombasian Bawah (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Tondegesan (Kodepos : 95692)
- Kelurahan/Desa Uner (Kodepos : 95692)
4. Kecamatan Kombi
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kombi di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Kalawiran (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Kayu Besi (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Kinaselon (Kinaleosan) (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Kolongan (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Kombi (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Lalumpe (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Makalisung (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Ranowangko Dua (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Rerer (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Sawangan (Kodepos : 95684)
- Kelurahan/Desa Tulap (Kodepos : 95684)

5. Kecamatan Langowan Barat
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Langowan Barat di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Ampreng (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Kopiwangker (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Koyawas (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Lowian (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Noongan I (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Noongan II (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Noongan III (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Paslateh (Paslaten) (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Raringis (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tounelet (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tumaratas I (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tumaratas II (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Walewangko (Kodepos : 95694)

6. Kecamatan Langowan Selatan
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Langowan Selatan di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Atep (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Kaayuran Atas (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Kaayuran Bawah (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Kawatak (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Manembo (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Palamba (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Rumbia (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Temboan (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Winebetan (Kodepos : 95694)

7. Kecamatan Langowan Timur
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Langowan Timur di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Amongena Dua (II) (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Amongena Satu (I) (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Karondoran (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Sumarayar (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Teep (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Waleure (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Wolaang (Kodepos : 95694)

8. Kecamatan Langowan Utara
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Langowan Utara di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Karumenga (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Taraitak (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tempang I (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tempang II (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Tempang III (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Toraget (Kodepos : 95694)
- Kelurahan/Desa Walantakan (Kodepos : 95694)

9. Kecamatan Lembean Timur
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Lembean Timur di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Atep Oki (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Kaleosan (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Kapataran (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Karor (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Kayuroya (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Seretan (Kodepos : 95683)
- Kelurahan/Desa Watulaney (Kodepos : 95683)

10. Kecamatan Pineleng
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Pineleng di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Agotey (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Kalasey Dua (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Kalasey Satu (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Kali (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Koha (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Pineleng Dua (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Pineleng Satu (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Sea (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Sea I (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Sea II (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Tateli (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Tateli Weru (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Warembungan (Kodepos : 95661)
- Kelurahan/Desa Winangun Atas (Kodepos : 95661)

11. Kecamatan Remboken
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Remboken di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Kaima (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Kasuratan (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Leleko (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Parepei (Parepey) (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Paslaten (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Pulutan (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Sendangan (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Sinuian (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Talikuran (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Tampusu (Kodepos : 95681)
- Kelurahan/Desa Timu (Kodepos : 95681)

12. Kecamatan Tondano Barat
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Tondano Barat di Kota/Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) :
- Kelurahan/Desa Rerewokan (Kodepos : 95615)
- Kelurahan/Desa Watulambot (Kodepos : 95615)
- Kelurahan/Desa Wewelen (Kodepos : 95615)
- Kelurahan/Desa Masarang (Kodepos : 95616)
- Kelurahan/Desa Tounkuramber (Kodepos : 95616)
- Kelurahan/Desa Wawalintouan (Kodepos : 95616)
- Kelurahan/Desa Rinegetan (Kodepos : 95617)
- Kelurahan/Desa Roong (Kodepos : 95617)
- Kelurahan/Desa Tuutu (Kodepos : 95617)
lambang_propinsi_sulut
Ibukota : Manado SEJARAH PROPINSI SULAWESI UTARA
Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada di paling ujung utara Nusantara ini menjadi Daerah Propinsi.
Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.
Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus keresidenan yang merupakan bagian dari Propinsi Sulawesi. Propinsi Sulawesi ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR.G.S.S.J. Ratulangi.
Kemudian sejalan dengan pemekaran administrasi pemerintahan daerah-daerah di Indonesia, maka pada tahun 1960 Propinsi Sulawesi dibagi menjadi dua propinsi administratif yaitu Propinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1960.

Untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di Propinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor.122/M Tahun 1960 tanggal 31 Maret 1960 ditunjuklah A. Baramuli, SH sebagai Gubernur Sulutteng.
Sembilan bulan kemudian Propinsi Administratif Sulawesi Utara-Tengah ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1960. Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi; Kotapradja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing; Sangihe Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Minahasa, Buol Toli-Toli, Donggala, Daerah Tingkat II Poso, Luwuk/ Banggai. Sementara itu, DPRD Propinsi Sulawesi Utara-Tengah baru terbentuk pada tanggal 26 Desember 1961.
Dalam perkembangan selanjutnya, tercatat suatu momentum penting yang terpatri dengan tinta emas dalam lembar sejarah daerah ini yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 yang menetapkan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai daerah otonom Tingkat I dengan Ibukotanya Manado.
Momentum diundangkannya UU Nomor 13 Tahun 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak itulah secara de facto wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo. Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah Sulawesi Utara yaitu; Kotamadya Manado, Kota Madya Gorontalo, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Sangihe Talaud. Gubernur Propinsi Dati I Sulawesi Utara yang pertama adalah F.J. Tumbelaka.
Dalam perjalanan panjang Propinsi Sulawesi Utara tercatat sejumlah Gubernur yang telah memimpin daerah ini yaitu:
F.J.Tumbelaka (Pj.Gubernur 1964-1965); Soenandar Prijosoedarmo (Pj.Gubernur 1965-1966); Abdullah Amu (Pj.Gubernur 1966 – 1967); H.V. Worang (1967 – 1978); Willy Lasut.G.A (1978-1979); Erman Harirustaman (Pj.Gubernur 1979-1980); G.H. Mantik (1980-1985); C.J. Rantung (1985-1990); E.E.Mangindaan (1995-2000); Drs. A.J. Sondakh (2000-2005); Ir. Lucky H. Korah, MSi (Pj. Gubernur 2005) dan Drs.S.H.Sarundajang (2005-2010).
Sementara yang pernah menduduki posisi Wakil Gubernur yaitu; Drs. Abdullah Mokoginta (1985-1991); A. Nadjamuddin (1991-1996); J. B. Wenas (Wagub Bidang Pemerintahan dan Kesra, 1997-2000); Prof. Dr. Hi. H. A. Nusi, DSPA (Wagub Bidang Ekonomi dan Pembangunan, 1998-2000 ), dan Freddy H. Sualang (2000-2005) dan terpilih kembali untuk periode 2005-2010.
Selanjutnya, seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dibentuk Propinsi Gorontalo sebagai pemekaran dari Propinsi Sulawesi Utara melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan dibentuknya Propinsi Gorontalo tersebut, maka wilayah Propinsi Sulawesi Utara meliputi; Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Sangihe dan Talaud dan Kab. Bolaang Mongondow. Pada Tahun 2003 Propinsi Sulawesi Utara mengalami penambahan 3 Kabupaten dan 1 Kota dengan Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten induk yaitu Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon serta Kabupaten Kepulauan Talaud. Kemudian tahun 2007 ketambahan lagi 4 lagi Kabupaten/Kota yakni Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bolmong Utara, Kab. Sitaro dan Kota Kotamobagu.
Secara Geografis
Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada 0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT). Kedudukan jazirah membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah Kepulauan Sangihe dan Talaud, dimana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina. Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku
Selatan : Teluk Tomini
Barat : Propinsi Gorontalo
peta_gorontalo
SEJARAH GORONTALO Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.
Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut); Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut huukm adat etatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala’a
• Pohala’a Gorontalo
• Pohala’a Limboto
• Pohala’a Suwawa
• Pohala’a Boalemo
• Pohala’a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah “Adat bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah”.
Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
• Berasal dari “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo.
• Berasal dari “Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
• Berasal dari “Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
• Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
• Berasal dari “Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
• Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
• Berasal dari “Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata “hulondalo” hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah “Rechtatreeks Bestur”. Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu
• Onder Afdeling Kwandang
• Onder Afdeling Boalemo
• Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
• Distrik Kwandang
• Distrik Limboto
• Distrik Bone
• Distrik Gorontalo
• Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
• Afdeling Gorontalo
• Afdeling Boalemo
• Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat “Hari Kemerdekaan Gorontalo” yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan “Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja” sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Geografis
Berdasarkan UU No. 38 tahun 2001, wilayah Gorontalo ditetapkan sebagai Provinsi, lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo sebagai provinsi yang ke 32 secara geografis terletak diantara 0º, 30′ – 1º,0′ lintang utara dan 121º,0′ – 123º,30′ Bujur Timur, yang diapit oleh Laut Sulawesi di sebelah Utara, Provinsi Sulut di sebelah Timur, Teluk Tomini di sebelah Selatan, dan Provinsi Sulteng di sebelah Barat.
Provinsi Gorontalo memiliki luas wilayah sebesar 12.215,45 km2